Page 101 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 101
92 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
orang-orang dari luar Desa Prigelan sehingga orang-orang Desa
Prigelan hanya menjadi penonton saja.
Sebagai kepala desa, Suparno tidak ingin warganya hanya menjadi
penonton saat musim panen tiba. Ia ingin warganya berkesempatan
memanen hasil tanam di atas tanah yang dimiliki atau digarapnya.
Oleh karena itu, Suparno berupaya memadukan kinerja Pemerintah
Desa Prigelan dengan para petani di desanya. Caranya dengan
mendorong para petani meningkatkan produktivitas tanah, seraya
menerapkan kebijakan yang mampu menjamin para petani tetap
dapat menggarap tanahnya. Inilah bentuk kesadaran dan usaha
bersama, yang menurut Suparno merupakan hal penting, bagi upaya
perlindungan terhadap para petani di Desa Prigelan.
Dalam konteks yang sama (perlindungan terhadap para petani
di Desa Prigelan), Jumari (Kepala Desa Prigelan tahun 2002 – 2012)
menjelaskan, bahwa di Desa Prigelan pernah ada tanah sawah seluas
0,5 Ha yang terlanjur dibeli oleh orang luar. Sebagai kepala desa saat
itu, Jumari mengajak diskusi orang luar Desa Prigelan yang membeli
tanah tersebut. Jumari membujuk orang tersebut agar bersedia
menjual kembali tanahnya kepada petani Desa Prigelan. Ternyata
orang tersebut bersedia, dan akhirnya tanah sawah seluas 0,5 Ha itu
kembali dimiliki oleh petani Desa Prigelan.
Persuasi Jumari selaku Kepala Desa Prigelan merupakan bukti
nyata, adanya ikhtiar para Kepala Desa Prigelan dari masa ke masa,
untuk melindungi para petani di desa ini. Ikhtiar ini memperlihatkan
upaya untuk menempatkan Pemerintah Desa Prigelan dan para
petani pada posisi strategis, terutama dalam konteks pemilikan tanah.
Tidak boleh dibiarkan terjadinya “penghamburan” sumberdaya
tanah (agraria) di Desa Prigelan, karena akan memarjinalkan petani,
dan merusak peran Pemerintah Desa Prigelan dalam melindungi
dan memberdayakan para petani. Seluruh bidang tanah yang ada