Page 106 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 106
Relasi Kuasa dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan 97
Sementara itu, ketika perbedaan pendapat antara Jumari dan
Mardiyono dengan Bambang Herlambang disandingkan, maka hal
ini menunjukan bahwa pemilikan tanah merupakan hal penting.
Oleh karena itu, dibutuhkan perhatian serius dari Pemerintah Desa
Prigelan. Tertib pemilikan tanah harus dibangun sedikit demi sedikit
dari masa ke masa atas bantuan banyak pihak, termasuk dari instansi
yang mengelola pajak tanah atau pajak bumi dan bangunan, agar
instansi ini tidak menambah keruwetan.
Maniso (Kepala Desa Prigelan) menjelaskan, bahwa di desa ini
pernah ada pendataan tanah tahun 1966, yang namanya “rincikan”
yang hasilnya berupa Buku C Desa dan Peta Desa Prigelan (tahun
1966). Tahun 1988 data tahun 1966 diperbarui, sehingga diketahui
di Desa Prigelan terdapat lebih dari 2.000 bidang tanah. Secara
psikologis, para petani di Desa Prigelan sangat mempercayai akurasi
data yang terdapat di Buku C Desa. Timbal baliknya, kepercayaan
ini direspon oleh perangkat desa dengan mengelola dan melakukan
pemeliharaan Buku C Desa, sehingga data yang ada di dalam buku
ini dapat menjadi rujukan bagi para petani.
Dalam hal sengketa dan konflik pertanahan, Maniso
mengungkapkan, bahwa sengketa tanah selama ini bisa dicegah dan
diatasi, karena adanya Buku C Desa, yang memuat data mutasi, jual
beli, waris, dan lain-lain. Baru-baru ini (tahun 2012) ada kegiatan
SISMIOP (Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak) berupa
pengukuran dan pemetaan bidang tanah dengan hasil berupa buku
dan peta, yang juga dapat digunakan sebagai data pertanahan.
Menurut Maniso, nasalah tanah yang pernah ada, justru terjadi
karena tidak melibatkan pemerintah desa.
Masalah diawali ketika ada sebidang tanah yang disertipikatkan
tanpa melalui pemerintah desa, tetapi langsung melalui PPAT
(Pejabat Pembuat Akta Tanah). Ternyata bidang tanah tersebut