Page 113 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 113
104 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
mengungkapkan, bahwa tanah telar telah ada sejak lama. Pada masa
dahulu seluruh tanah telar tidak dapat ditanami padi, tetapi sejak
masa Suparmin (Kepala Desa Prigelan tahun 1946 – 1986) bagian tepi
tanah telar sudah dapat ditanami padi. Bagian tepi tanah telar atau
sawah di tepi tanah telar ini dapat ditanami padi sebanyak 2 (dua)
kali dalam setahun. Penanaman yang pertama biasanya hasilnya
baik yaitu 9 kuintal gabah kering panen per 100 ubin. Tetapi pada
penanaman yang kedua biasanya hasil kurang begitu baik, yaitu
hanya 2,5 kuintal gabah kering panen per 100 ubin.
Keberhasilan para petani menggarap tanah telar bagian tepi
selayaknya menjadi penanda, bahwa tanah telar sesungguhnya dapat
diubah menjadi sawah. Ilmu, pengetahuan dan teknologi harus
dikerahkan untuk membentuk kenyataan ini, agar areal persawahan
di Desa Prigelan dapat bertambah 10 Ha, sehingga para petani di
desa ini dapat ditingkatkan kesejahteraannya. Bila hal ini dapat
terjadi, maka inilah bukti bahwa pertanian dan pertanahan selalu
berdekatan dengan ilmu, pengetahuan, dan teknologi.
Selain itu, bila selama ini Dinas Pertanian Kabupaten Purworejo
sering melakukan penyuluhan agar para petani mampu meningkatkan
kesejahteraannya, maka inilah saat yang tepat bagi dinas melakukan
ikhtiar lain. Dinas Pertanian Kabupaten Purworejo perlu meminta
kepada Pemerintah Kabupaten Purworejo, agar mengerahkan Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Purworejo mengubah tanah telar
menjadi tanah sawah. Optimisme keberhasilan telah dimiliki, karena
adanya pengalaman sejarah tahun 1946, ketika para petani berhasil
memanfaatkan bagian tepi tanah telar menjadi sawah.
Sementara itu, berkaitan dengan upaya penerapan strategi
penggunaan tanah, Sutrisno menjelaskan, bahwa untuk mencegah
perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke non pertanian, maka
Kepala Desa Prigelan, Ketua Gapoktan “Mekar Sari” Desa Prigelan,