Page 121 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 121
112 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
(Desa Prigelan), yang memproduksi tempe sebagai industri rumah
tangga.
Industri tempe merupakan bentuk livelihood yang tergolong
off-farm, yang dapat berkembang pesat bila didukung kelancaran
pasokan dari para petani di desa letak industri tersebut. Pemanfaatan
tanah memiliki relasi dengan industri tempe, ketika komoditas yang
ditanam adalah kedelai. Inilah kondisi pertanahan (pemanfaatan
tanah) dan pertanian (budidaya kedelai), yang membentuk
fenomena sosial berupa livelihood off-farm (industri tempe).
Berkaitan dengan masa tanam, Bambang Herlambang (Ketua
Kelompok Tani “Wonodadi” Dusun Gamblok) menjelaskan, bahwa
masa tanam di Desa Prigelan adalah sebagai berikut: Pertama, masa
tanam pertama, tanah sawah ditanami padi, pada bulan September
– Maret. Kedua, masa tanam kedua, tanah sawah ditanami padi,
pada bulan Maret – Juli. Ketiga, masa tanam ketiga, tanah sawah
ditanami kedelai, pada bulan Juli – September.
Agendaisasi penanaman kedelai pada bulan Juli – September
pasca penanaman padi (sebanyak dua kali) pada bulan September
– Juli, memperlihatkan kategori kedelai sebagai komoditas utama
(selain padi) bagi para petani di Desa Prigelan. Fakta ini sekaligus
dapat menjadi “pisau bedah”, bagi upaya mengetahui adanya
ketergantungan petani atas dua komoditas utama ini. Ketergantungan
ini berdampak tidak “sehat” bagi petani, karena memberi ruang yang
cukup bagi para tengkulak untuk mempermainkan harga di tingkat
petani.
Bambang Herlambang lebih lanjut menjelaskan, bahwa untuk
menjual hasil panen dari tanah sawah dan pekarangan, petani tidak
perlu ke pasar, melainkan cukup memberikan pesan pendek kepada
tengkulak. Tetapi Bambang Herlambang mengingatkan, bahwa bagi
petani tetaplah lebih menguntungkan, bila mereka menjual secara