Page 137 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 137

128   Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
            keluarga, dan penerima BLT sebanyak 99 kepala keluarga. Sementara
            itu, pada tahun ini (2015) warga miskin ditandai dengan penerimaan
            PSKS (Program Simpanan Keluarga Sejahtera),  yang jumlahnya
            hanya mencapai 33 kepala keluarga. Jika difahami PSKS merupakan
            pengganti BLT dengan kriteria yang relatif sama, maka antara tahun
            2004 – 2015 telah terjadi penurunan warga miskin dari 99 kepala
            keluarga menjadi 33 kepala keluarga.

                Penurunan jumlah  warga miskin  sebesar 66 kepala keluarga
            merupakan  prestasi  tersendiri  yang  membanggakan  masyarakat
            Desa Prigelan.  Fakta  ini  telah berhasil  mengkonstruksi  fenomena
            demarjinalisasi, yang penting untuk ditunjukkan sebagai “pesaing
            utama” atas  terjadinya  marjinalisasi di  banyak desa di  Pulau
            Jawa. Fenomena  demarjinalisasi  telah berhasil memperlihatkan
            kemampuan  Pemerintah  dan  masyarakat  Desa  Prigelan,  dalam
            melawan  dan  membangun penghalang  bagi  terjadinya proses
            peminggiran  petani, termasuk  mencegah terjadinya  eksklusi
            atau  tercerabutnya  anggota  masyarakat  atau  kepala  keluarga  dari
            tanahnya.
                Dalam konteks upaya demarjinalisasi, sudah sejak dahulu para
            Kepala Desa Prigelan berupaya agar tidak ada kemiskinan di desa
            ini, yang kronologi ikhtiar atau upayanya sebagai berikut: Pertama,
            Wongsodiharjo  (Kepala  Desa  Prigelan  sebelum  tahun  1946)
            meskipun  secara  institusional  tidak dapat  membantu warganya
            tercegah  dari kemiskinan  yang  diciptakan Pemerintah Jepang,
            tetapi secara  personal  ia selalu  berusaha  untuk sedapat  mungkin
            membantu warganya.
                Personalitas Wongsodiharjo  yang  berempati  atas penderitaan
            para  warganya menjadi  fakta  yang konstruktif, bagi  pelaksanaan
            peran  terbatasnya  sebagai Kepala Desa Prigelan  sebelum  tahun
            1946. Peran ini telah “dimainkan” dengan baik oleh Wongsodiharjo,
   132   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142