Page 175 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 175
166 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
dengan “godaan alih profesi” dan “godaan konversi penggunaan
tanah”. Gapoktan “Mekar Sari” Desa Prigelan memainkan peran
ini, dengan memanfaatkan tradisi pertanahan yang ada di desa ini.
Peran ini tidak memberangus dinamika masyarakat sepanjang tidak
bertentangan dengan tradisi pertanahan yang dipertahankan sejak
tahun 1947 hingga sekarang.
Fakta ini menunjukkan, bahwa ketika dinamika masyarakat
sedang terjadi, ternyata ia tidak melenyapkan unsur-unsur budaya
tradisional. Bahkan nilai dan tradisi pertanahan yang pro petani
masih dapat terus hidup dan berkembang di Desa Prigelan, demi
upaya membangun keadilan, kesejahteraan, dan harmoni sosial.
Upaya mempertahankan tradisi pertanahan, antara lain diwujudkan
dengan upaya mempertahankan tanah sawah di desa ini.
Berkaitan dengan upaya mempertahankan tanah sawah di
Desa Prigelan, Sutrisno mengungkapkan bahwa Gapoktan “Mekar
Sari” Desa Prigelan terlibat dalam upaya tersebut. Pemerintah
Desa Prigelan meminta bantuan dari Gapoktan “Mekar Sari” Desa
Prigelan, untuk mempertahankan tanah sawah di Desa Prigelan
agar tidak diubah ke bentuk penggunaan tanah lainnya. Bentuk
keterlibatan yang diminta oleh Pemerintah Desa Prigelan, antara
lain berupa kesediaan Gapoktan “Mekar Sari” Desa Prigelan untuk
menjelaskan kepada seluruh anggota gapoktan, tentang perlunya
para petani mempertahankan tanah sawah yang dimilikinya.
Sutrisno menjelaskan, bahwa tanah sawah di Desa Prigelan hanya
seluas 109 Ha, padahal sebagian besar dari 420 kepala keluarga di
desa ini adalah petani, maka luas tanah sawah harus dipertahankan.
Dukungan atas upaya mempertahankan luas tanah sawah
merupakan bentuk makna strategi pertanahan bagi Gapoktan “Mekar
Sari” Desa Prigelan. Makna ini direalisasikan oleh Gapoktan “Mekar
Sari” Desa Prigelan melalui penjelasan pada anggotanya (13 kelompok