Page 178 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 178
Relasi Kuasa dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan 169
kemajuan dalam bentuk teknologi pertanian yang menggeser cara
bertani konvensional. Petani dan masyarakat berada pada tahap
transisi, yaitu dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern,
yang ditandai oleh perubahan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.
Walaupun perubahan yang terjadi tidak terlalu dramatis, karena
masyarakat Desa Prigelan cenderung berubah secara evolusioner.
Faktanya, perubahan masyarakat di Desa Prigelan tidak
menggeser strategi pertanahan (penguasaan tanah) yang telah
dicanangkan sejak tahun tahun 1947. Industri kecil (industri
pembuatan tempe) yang ada di desa ini, juga semakin memperkuat
strategi pertanahan (pemanfaatan tanah), karena bahan bakunya
adalah kedelai yang diproduksi oleh petani di desa ini. Tokoh desa
yang didominasi oleh para kepala desa dari masa ke masa (sejak
tahun 1947 hingga saat ini) telah mengubah “nasib” masyarakat
dan Desa Prigelan menjadi lebih agraris. Strategi penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang diterapkan
telah membangun kesadaran, solidaritas, dan keberdayaan agraris
dalam skala lokal, sehingga angka kemiskinan di desa ini relatif kecil,
karena keadilan diupayakan dengan sungguh-sungguh agar harmoni
sosial dapat terwujud.
Setelah hiruk pikuk kudeta dan revolusi di tahun 1965, Desa
Prigelan sebagaimana desa-desa lain juga dilanda hiruk pikuk
reformasi di tahun 1998. Dengan berlalunya waktu, lambat laun
kehidupan desa mulai “normal” kembali. Para petani mengorganisir
diri dalam satu-satunya kelompok tani yang ada di Desa
Prigelan (Kelompok Tani “Karya Tani”) untuk memperjuangkan
kepentingannya. Tawaran bantuan dan persyaratan mendapat
bantuan, “memaksa” para petani membentuk gabungan kelompok
tani (Gapoktan “Mekar Sari” Desa Prigelan), yang konsekuensinya
berupa keharusan para petani membentuk 12 kelompok tani di 6