Page 177 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 177
168 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
Sebagai Ketua Gapoktan “Mekar Sari” Desa Prigelan, Sutrisno
menyetujui adanya ketentuan yang melarang orang yang bukan
warga Desa Prigelan membeli bidang tanah di Desa Prigelan, karena
akan melindungi kepentingan petani Desa Prigelan. Ketentuan ini
merupakan salah satu strategi yang diterapkan di Desa Prigelan, yang
mampu mendukung terciptanya harmoni sosial di desa ini. Bukti
nyata harmoni sosial akan semakin nampak kuat, ketika pemilik
tanah sawah masih diwajibkan untuk menyerahkan “panggayu”,
yaitu makanan yang diserahkan oleh pemilik tanah sawah kepada
panitia perayaan desa (bila ada suatu perayaan) untuk dimakan
bersama oleh warga desa.
Oleh karena itu menurut Sutrisno, Gapoktan “Mekar Sari” Desa
Prigelan mendukung strategi pertanahan yang diterapkan oleh
Pemerintah Desa Prigelan, yang dipimpin oleh Maniso (kepala desa
ke-14 sejak berdirinya Desa Prigelan). Berdasarkan persetujuannya
kepada strategi pertanahan Pemerintah Desa Prigelan, maka
Gapoktan “Mekar Sari” Desa Prigelan berusaha membantu petani
agar dapat terus meningkatkan produksinya.
Usaha membantu petani, relevan dengan pemaknaan strategi
pertanahan oleh Gapoktan “Mekar Sari” Desa Prigelan, yaitu strategi
pertanahan bermanfaat bagi petani. Gapoktan “Mekar Sari” Desa
Prigelan membantu petani, saat terjadi proses yang melibatkan
petani, berupa perubahan masyarakat (termasuk petani) dan Desa
Prigelan dari tradisional ke modern. Latar belakang kondisi sosial,
ekonomi, dan budaya masyarakat serta desa ini menjadi bekal bagi
berlangsungnya modernisasi. Pemudaran masyarakat tradisional
tidak terjadi secara sempurna, karena ada adat istiadat atau tradisi
pertanahan yang pro petani masih dipertahankan.
Tahun 1980-an revolusi hijau juga melanda Desa Prigelan,
sehingga beberapa kemajuan nampak di sektor pertanian, seperti