Page 63 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 63
54 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
Walaupun transmisi status sosial atau okupasi dari perangkat
Desa Prigelan pada para petani berpeluang terjadi, tetapi kritik yang
disampaikan oleh Untung dan Bambang Herlambang sesungguhnya
lebih bersifat substantif. Sebagai contoh, Untung memaknai strategi
pertanahan (khususnya strategi penguasaan tanah) yang diterapkan
oleh Pemerintah Desa Prigelan sebagai sesuatu yang tidak adil. Ia
mengusulkan agar kewajiban menyerahkan hak garap seluas 1/6 dari
tanah sawah yang dimiliki seorang petani kepada Pemerintah Desa
Prigelan, juga berlaku bagi orang kaya di desa ini yang tidak memiliki
tanah sawah, dengan menyerahkan kompensasi berupa uang dalam
jumlah tertentu.
Dengan demikian kritik Untung atas penerapan strategi
penguasaan tanah (strategi pertanahan) justru semakin memperkuat
penerapan strategi tersebut, bahkan mendesak orang kaya di desa ini
yang tidak memiliki tanah sawah untuk memberi kontribusi yang
setara. Inilah kritik membangun yang dilakukan oleh Untung, yang
direspon positif oleh Pemerintah Desa Prigelan, terlebih lagi ketika
Pemerintah Desa Prigelan mendorong terjadinya transmisi sosial
dalam hal strategi pertanahan.
Transmisi sosial yang bermakna pengalihan nilai-nilai sosial
(nilai-nilai strategi pertanahan) dari generasi ke generasi, akhirnya
harus memperhitungkan aspek pewarisan yang berpotensi
menurunkan kesejahteraan petani. Ketika luas tanah yang dimiliki
dan digarap oleh petani semakin sempit karena pewarisan, maka harus
ada upaya agar kesejahteraan petani tidak menurun. Oleh karena
itu, livelihood perlu dianeka-ragamkan, yaitu dengan mendorong
hadirnya livelihood off-farm sebagai pendamping livelihood on-farm.
Upaya ini berpotensi menepis terjadinya transmisi status sosial, dan
sebaliknya memperkuat terjadinya transmisi sosial. Okupasi antar
generasi juga dapat dihindari, dengan mendorong terjadinya empati