Page 237 - Ecotourism Lereng Merapi Pasca Konsolidasi Tanah
P. 237
224 Aristiono Nugroho dan Sutaryono
keras, produktif, mandiri, dan kreatif; yang dikenal dengan
sebutan “modern” dalam artian yang positif.
Sudah selayaknya masyarakat Lereng Merapi
membangun etos, semangat, dan motivasi kerja dalam frame
budaya lokal. Hal ini dikarenakan budaya lokal bukanlah
sesuatu yang statis, melainkan sesuatu yang dinamis, yang
mampu merespon dinamika kekinian. Pengetahuan tentang
peluang dan efektivitas kerja menjadi ciri budaya lokal, yang
dibangun melalui aksesibilitas informasi. Efektivitas kerja
juga “memaksa” budaya lokal memiliki unsur akuntabilitas
dalam versinya sendiri. Situasi ini juga mendorong suatu
kegiatan agar mampu memanfaatkan kondisi alam, sosial,
dan ekonomi secara terbuka terhadap publik, terutama
ketika memperlihatkan aspek dan transapar
Budaya lokal yang didukung oleh masyarakat lokal, pada
gilirannya membutuhkan kemampuan masyarakat dalam
mengorganisir diri, memobilisir sumberdaya, bekerja sama,
dan menyelesaikan berbagai masalah lokal secara budaya.
Ketika masyarakat berhasil membangun organisasi
dan mengaktikannya untuk menyelesaikan beber
masalah lokal, maka saat itulah terwujud keberdayaan dan
kemandirian. Dengan kata lain, keberdayaan dan kemandirian
masyarakat Lereng Merapi dapat diwujudkan melalui budaya
lokal yang mampu mengakomodir aksesibilitas informasi,
partisipasi, akuntabilitas, dan organisasi lokal. Nugroho, dkk.
(2013: 187) menjelaskan bahwa masyarakat desa memiliki
konsep guyub, yang secara kasat mata nampak pada interaksi
sosial; sedangkan yang tidak kasat mata nampak pada