Page 26 - Ecotourism Lereng Merapi Pasca Konsolidasi Tanah
P. 26
Ecotourism Lereng Merapi Pasca Konsolidasi Tanah 13
sawah, yang dalam perspektif pemberdayaan perlu dibantu
agar memiliki pendapatan yang memadai. Oleh karena itu,
marjinalisasi individual patut “dilawan” dengan semangat,
khususnya semangat “Bangkit Membangun Masa Depan”.
Semangat ini tidak ditandai dengan spanduk yang
bertuliskan “Bangkit Membangun Masa Depan”, melainkan
ditandai oleh segenap ikhtiar, upaya, dan kinerja masyarakat
untuk bangkit menanggulangi bencana erupsi Gunung
Merapi yang telah terjadi. Masyarakat juga bersungguh-
sungguh menyongsong masa depan kehidupan diri, anak, dan
keturunannya di masa yang akan datang, dengan menyiapkan
segala sesuatu yang berkaitan dengan pemanfaatan kondisi
alam, ekonomi, sosial, dan budaya yang lebih baik. Hal
ini relevan dengan upaya untuk melakukan disaster risk
reduction (pengurangan risiko bencana), agar masyarakat
dapat “bersahabat” dengan Gunung Merapi dan kawasannya.
David Mitchell (2011:16) mengungkapkan tentang tahapan
dalam disaster risk reduction, yang terdiri dari: Pertama,
tahap pre-disaster, terdiri dari: (1) On going development
activities, yaitu pengembangan beberapa program (kegiatan)
yang berkaitan dengan berbagai aspek dalam disaster risk
reduction; (2) Risk assessment, yaitu proses diagnostic untuk
mengenali atau mengidentiikasi risiko yang akan dijumpai
oleh masyarakat; (3) Prevention, yaitu aktivitas untuk
mencegah akibat yang lebih parah dari suatu bencana; (4)
Mitigation, yaitu pengukuran terstruktur dan tidak terstruktur
yang dibakukan untuk membatasi atau mencegah perluasan
dampak bencana; (5) Preparedness, yaitu pengukuran dan