Page 44 - Ecotourism Lereng Merapi Pasca Konsolidasi Tanah
P. 44
Ecotourism Lereng Merapi Pasca Konsolidasi Tanah 31
yang berbasis konsistensi, yang sekaligus merupakan sumber
bagi munculnya pengendalian diri.
Ada beberapa kendala yang berpotensi menghalangi
upaya optimalisasi manfaat kondisi alam, ekonomi, sosial,
dan budaya di Lereng Merapi, yaitu: Pertama, lemahnya
komitmen stakeholders, yang kemudian diikuti oleh
rendahnya kepedulian terhadap fenomena kemiskinan
dan keterbelakangan, sehingga gagal memahami urgensi
optimalisasi manfaat kondisi alam, ekonomi, sosial, dan
budaya di Lereng Merapi. Sementara itu, kegagalan memahami
urgensi merupakan malapetaka, karena ia menjadi penyebab
tidak dilakukannya suatu kegiatan yang diperlukan.
Kedua, cara pandang masyarakat yang meremehkan
kondisi alam yang dimilikinya, yang bersumber dari kultur
yang mudah menyerah, sehingga bermuara pada keengganan
melakukan optimalisasi manfaat kondisi alam, ekonomi,
sosial, dan budaya di Lereng Merapi. Kultur semacam ini tidak
ditemui pada masyarakat Lereng Merapi, sebaliknya mereka
memiliki keinginan yang kuat untuk berdaya dan mandiri.
Etos kerja yang tinggi merupakan karakter masyarakat ini,
yang masih dilengkapi dengan sikap yang tidak mudah
menyerah
Ketiga, tidak adanya pemahaman yang utuh tentang
urgensi optimalisasi manfaat kondisi alam, ekonomi, sosial, dan
budaya di Lereng Merapi, sehingga terjebak pada “kacamata
kuda” untuk hanya melakukan pemberdayaan ekonomi
dalam rangka pengentasan kemiskinan (poverty alleviation)
atau penanggulangan kemiskinan (poverty reduction), yang