Page 51 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 51
A. PEMILIKAN
1. Pada saat ini adalah sukar untuk memperoleh keterangan dan data yang
pasti mengenai pemilikan yang sesuai dengan kenyataan, baik mengenai
tanah guntai maupun yang bukan tanah guntai. Hal itu berlaku juga
untuk Jawa, Madura dan Bali sekalipun.
Dalam pada itu sejumlah hasil survey dan berbagai penelitian kasus
(case studies) menandakan terus berlangsungnya proses pemilikan tanpa
pendaftaran milik, begitu pula pergeseran dan perluasan penguasaan
tanah beserta hasil produksinya tanpa pemilikan tanah. Satu sama lain
hal itu berkaitan dengan kecenderungan-kecenderungan sosio- ekonomis
dan demografis-ekonomis, yang telah diutarakan di bagian-bagian muka.
Dalam proses tersebut terjadi pelanggaran terhadap ketentuan tentang
batas-batas pemilikan. Batas minimum terpaksa tidak dapat dipatuhi
oleh golongan petani kecil karena tekanan ekonomi dan sistem waris
yang berlaku menurut adat dan agama. Batas maksimum dilanggar oleh
pihak golongan atau kalangan yang saling bersaingan mendapatkan
tanah untuk kebutuhan masing-masing (investasi atau spekulasi). Pihak
peminta mempunyai kedudukan yang jauh lebih kuat dari pemilik/
petani kecil yang sering terdesak oleh kebutuhan akan uang tunai. Gejala
inflasi di masa lalu telah memperkuat kecenderungan hasrat golongan
pendapatan tinggi untuk menyalurkan Sebagian kelebihan daya belinya
sebagai investasi dalam tanah.
Konversi tanah adat menjadi hak milik menurut UUPA, yang tidak
disertai pelaksanaan hukum yang melarang pemilikan secara guntai
temyata membuka peluang untuk pergeseran pemilikan atau penguasaan
tanah pada kalangan di luar masyarakat desa.
Perkawinan campuran antara WNI dan WNA tanpa adanya pemisahan
harta perkawinan menimbulkan penguasaan tanah pada orang-orang
asing secara terselubung.
Akumulasi dan pemusatan dan penguasaan tanah pada golongan atau
kalangan dengan jumlah terbatas ada kaitannya dengan:
16