Page 52 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 52
(1) fragmentasi tanah sebagai akibat sistem waris dan pemindahan
hak walaupun sudah ada larangan penjualan tanah, hal mana
menyebabkan pemecahan bidang tanah menjadi kurang dari 2
hektar.
(2) tanah garapan yang sempit, yang tidak ekonomis lagi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga pemilik, kemudian dijual; di lain
pihak keluarga pemilik berhadapan dengan kebutuhan uang tunai
yang meningkat.
(3) administrasi pendaftaran tanah sering tidak mencerminkan
kenyataan, karena banyak transaksi jual-beli tanah tidak dilaporkan
ataupun karena transaksi-transaksi dilakukan dengan cara
pemberian surat kuasa mutlak kepada pihak pembeli.
2. Salah satu maksud dari pelaksanaan “landreform” 1961-1965 ialah untuk
membagi tanah-tanah bekas swapraja, tanah partikulir (“particuliere
landerijen”), tanah guntai kelebihan tanah diatas maksimum, perkebunan
besar yang terlantar, dan tanah negara lainnya, - dengan mengindahkan
luas minimum dan maksimal untuk setiap bagian, sesuai dengan rumus
yang berlaku untuk daerah yang bersangkutan.
Setelah di Jawa diadakan redistribusi tanah kepada petani kecil dan buruh
tani, temyata masih lebih banyak orang lagi yang belum memperoleh
sebidang tanah.
Nampaknya dewasa ini ketentuan batas minimum 2 hektar untuk
Jawa, Madura dan Bali tidak dapat dipenuhi lagi. Jumlah petani yang
membutuhkan tanah pertanian lebih banyak daripada luas areal tanah
yang tersedia.
Sementara ini terdapat pertanda kuat, bahwa sebagian tanah-tanah yang
sudah dibagikan (dalam program redistribusi), di beberapa daerah sudah
tidak lagi dimiliki atau dikuasai oleh petani yang dahulu memperoleh
sebidang tanah.
Latar belakang sebab-sebab untuk gejala tersebut meliputi antara lain hal-
hal yang berikut:
17