Page 54 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 54

adalah sepenuhnya petani yang bertanggung-jawab dan mandiri. Perjanjian
            bagi-hasil tanaman padi dan palawija diatur dalam Undang-Undang No. 2/
            Tahun 1960 dan perjanjian bagi-hasil perikanan dalam Undang-Undang No.
            16/Tahun 1964.

                Faktor tenaga kerja atau pimpinan pengelolaan tanah tidak termasuk
            sebagai sarana (input) usaha tani. Pembagian hasil bentuk lain adalah
            hubungan kerja antara petani penggarap (pemilik tanah atau pembagi hasil)
            dengan buruh tani a.l. “ngepak”, “ngedok” dengan bagi hasil. Pada sistem
            bagi hasil yang terjadi di beberapa daerah, petani penggarap sering dibebani
            dengan seluruh biaya untuk sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida, dsb.)
            yang diambil dari bagian yang akan diterimanya. Akibatnya ialah:
            (1)  penggarap menjadi enggan untuk menggunakan sarana peningkatan
                produksi secara optimal.

            (2)  pembagian hasil yang tidak seimbang antara penggarap dan pemilik.
                Hal tersebut menyebabkan maksud program pengembangan irigasi
            dan  program  peningkatan  produksi  pangan  kurang  mencapai  sasarannya,
            ialah peningkatan produksi secara optimal dan peningkatan pendapatan
            petani penggarap. Pengaturan Perjanjian Bagi Hasil belum meluas keluar
            bidang usaha tani pangan, belum cukup merangsang penggarap dan belum
            menjamin keadilan sosial.  Terutama untuk petani penyakap dengan luas
            usaha yang sempit tidak dapat menerima sarana produksi baru seperti pupuk
            buatan, bibit unggul, dan lain-lain. atau tidak dapat menanggung risiko
            dengan memperbesar input.

            2.  Sewa Tanah.
            Sewa-menyewa merupakan jenis hubungan yang lebih banyak ditemukan
            antara petani  yang  agak  jauh  hubungan keluarganya,  sedangkan  sakap-
            menyakap lebih banyak di antara petani yang mempunyai mempunyai
            kekeluargaan dekat. Selanjutnya dari beberapa studi kasus di Pulau Jawa
            temyata bahwa  di  Jawa  Barat  hubungan sakap-menyekap lebih  umum
            daripada sewa-menyewa sedangkan di Jawa Tengah dan Timur keadaan justru
            sebaliknya. Namun demikian bentuk-bentuk penyakapan di Jawa Tengah dan
            Timur lebih banyak ragam variasinya dibandingkan dengan di Jawa Barat.



                                            19
   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59