Page 56 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 56
tanam palawija, Selain daripada itu sejumlah kasus menunjukkan juga bahwa
petani pada sawah yang berpengairan baik dan subur dirugikan lebih berat
dibandingkan dengan petani pada yang kurang subur.
Dari segi hukum, sistem sewa yang sudah berjalan lebih dari setengah
abad, dapat dianggap sebagai suatu sistem yang sudah mapan. Terutama
ditinjau dari kebutuhan pabrik gula, sistem sewa dianggap tepat karena luas
areal tanam lebih terjamin, tanpa petani harus melepaskan hak milik atas
tanah miliknya. Dalam pada itu sudah selayaknya petani harus dibeli imbalan
sewa yang memadai penghasilan dari pemanfaatan tanah dengan tanaman
lain, selama periode yang sama.
3. Tanah Bengkok dan Bondo Deso
Tanah bengkok sebagai imbalan jasa kepada pamong desa, misalnya di
Jawa Tengah, mencakup kurang lebih 11% dari tanah sawah yang terbaik.
Kekuasaan de facto yang dapat mengatur ketentuan tanah bondo deso
nyatanya masih ada di tangan pamong desa. Masalahnya dari segi penguasaan
tanah di desa adalah:
(1) Sampai dimana alokasi tanah bengkok patut tetap ditanggung oleh
masyarakat desa?
(2) Juga dalam hubungan dengan ketentuan luas maksimum yang hanya
diberlakukan terhadap pemilikan/penguasaan tanah oleh perorangan.
4. Tebasan
Gambaran umum, seakan-akan banyak tenaga kerja diperlukan untuk panen
padi setiap musim, sejak tahun 1970 mulai diragukan dengan timbulnya
penebasan tanaman pangan utama: Padi. Ada dugaan bahwa gejala tebasan
padi itu sudah meluas di daerah-daerah yang sejak PELITA 1 tercakup oleh
BIMAS ataupun INMAS. Pada saat ini masih sulit untuk dipastikan sampai
berapa luasnya sudah terjadi penyebaran gejala tebasan padi.
Dimana pedagang tebasan melakukan panen padi dengan jumlah
penderep yang lebih sedikit dan dengan upah diharuskan memakai sabit,
maka hasil produksi sudah terang dibagi antara jumlah orang yang lebih
sedikit; lagi pula belum tentu sebagian besar diantaranya berasal dari
daerah yang bersangkutan. Dalam hal ini penebas tidak merasa terikat oleh
21