Page 89 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 89
4. Permasalahan
1. Ketentuan-ketentuan konversi sebagaimana dimaksud dalam diktum
Kedua pasal 11 UUPA dan Peraturan - peraturan Pelaksanaannya antara
lain Peraturan Menteri Agraria No. 2 tahun 1962, khususnya mengenai
tanah-tanah milik adat, belum sepenuhnya dapat dilaksanakan karena:
a. Kebanyakan para anggota masyarakat belum merasakan perlunya
(urgensinya) untuk mengkonversi hak milik adatnya menjadi hak
milik menurut pasal 16 UUPA yang berarti harus mendaftarkan
haknya di Kantor Sub Direktorat Agraria Seksi Pendaftaran Tanah
setempat, karena hak milik adat dengan bukti- bukti menurut
hukum adat (girik, Surat Keterangan Lurah/Camat) terutama
di daerah-daerah pedesaan atau terpencil sudah mendapatkan
pengakuan dari masyarakat, di lain pihak UUPA sendiri menurut
pasal II diktum Kedua sudah mengkonversi hak milik adat itu,
sejak tanggal 24 September 1960 menjadi hak milik sebagaimana
dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) UUPA, dengan demikian
pencatatan pengkonversian hanya berarti penertiban bidang
administrasi, penentuan batas-batas yang jelas dan memberikan
alat bukti yang kuat yang kesemuanya itu berarti jaminan kepastian
hukum tertib administrasi hukum tanah, dan tertib pengawasan.
b. belum cukup tersedia peralatan, biaya, tenaga.
c. faktor biaya yang dirasakan berat bagi masyarakat.
2. Usaha untuk mempercepat pelaksanaan konversi/ pendaftaran tanah
berdasarkan pasal 2 dan 3 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 telah
diadakan proyek pengukuran desa tetapi setelah pengukuran-pengukuran
selesai dilaksanakan (meliputi 680.200 ha dan 268 ha perkebunan) tiba
gilirannya rakyat harus minta sertipikat dengan menunjukkan surat-
surat asal-usul/riwayat perolehan hak, tidak ada respon dari masyarakat,
walaupun sudah ditempuh usaha keringanan biaya.
3. Tata cara peroleh hak (mutasi tanah) beban dengan hak tanggungan,
pendaftaran dan pengawasan sebagaimana diatur dalam pasal 19 PP
10/1961 tidak dilaksanakan secara efektif.
54