Page 93 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 93
dengan Keputusan Presiden No. 263 tahun 1964.
Panitia landreform ini anggotanya terdiri dari wakil-wakil berbagai
Instansi Pemerintahan dan organisasi massa tani yang mewujudkan
kerjasama/koordinasi di dalam bidang pimpinan, pelaksanaan
serta pengawasan di Pusat maupun Daerah, dimana Instasi Agraria
merupakan pelaksana utama dari pelaksana landreform.
Selanjutnya dengan adanya perkembangan sosial politik di negara
kita, maka aparatur pelaksana Landreform (Panitia Landreform )
susunannya tidak sesuai lagi dengan struktur kehidupan organisasi
sosial politik dewasa ini, sehingga praktis tidak berfungsi lagi.
Untuk mengatasi keadaan tersebut, maka terpaksa Departemen
Dalam Negeri c.q Direktorat Jenderal Agraria menangani sendiri
secara langsung tugas-tugas pelaksana Landreform, karena tugas-
tugas tersebut tidak dapat dipisahkan dari tugas-tugas di bidang
keagrariaan pada umumnya.
(2) Administrasi dan keuangan
Oleh karena pelaksanaan dicetuskan berdasarkan kebijaksanaan
politik Agraria, yang telah digariskan di dalam UUPA maka
semestinya administrasi pertanahan merupakan faktor yang harus
disiapkan terlebih dahulu.
Administrasi tanah sebagai warisan pemerintah jajahan Belanda
terutama mengenai tanah milik orang-orang pribumi, sebagai
bagian yang paling banyak, tidak diselenggarakan dengan baik.
Hal ini merupakan permasalahan/hambatan dalam menentukan
berapa dan dimana bagian-bagian yang seharusnya menjadi obyek
landreform, kurang lengkapnya administrasi dan monitoring
pelaksanaan landreform, sehingga pelanggaran-pelanggaran yang
terjadi tidak dapat segera diketahui.
Administrasi pertanahan sebelum pelaksanaan landreform diseleng-
garakan untuk kepentingan penarikan pajak (fiskal kadaster),
sehingga tanah-tanah yang terdaftar hanya tanah-tanah adat yang
terletak di daerah kerja Kantor Pajak Hasil Bumi yaitu Jawa,
58