Page 96 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 96
Keadaan demikian di samping sulit diawasi juga menimbulkan
kesan seolah-o1ah peraturan landreform tidak dijalankan 1agi.
(2) Usaha dari bekas pemilik untuk menguasai kembali tanahnya;
karena belum terselesaikannya pembayaran ganti kerugian kepada
bekas pemilik, maka di sementara daerah ada usaha-usaha dari
bekas pemilik untuk menguasai kembali tanahnya dengan berbagai
cara yang bertentangan dengan hukum. Misalnya di Kabupaten
Gresik, Brebes dan Pemalang.
(3) Penyelesaian Redistribusi
Tanah-tanah yang telah dinyatakan sebagai obyek landreform
hingga kini belum/tidak dapat didistribusikan karena, antara lain:
− Tidak ada calon penerima redistribusi, misalnya di Kabupaten
Labuan Batu, Kabupaten Kampar, Nusa Penida (Bali).
− Dimohon kembali oleh bekas pemilik dengan hak guna usaha,
karena tanahnya ditanami dengan tanaman keras, misalnya
Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten
Cianjur dan Kabupaten Wonosobo, Malang, Banyuwangi.
− Karena tanahnya tandus, misalnya Kabupaten Rembang dan
Kabupaten Lamongan.
(4) Batas minimum
Proses penyempitan pemilikan tanah pertanian terutama di Pulau
Jawa dan Bali masih berjalan terus, karena pengaruh adat istiadat
setempat terhadap peralihan tanah tersebut. Bagi petani untuk
memenuhi kebutuhannya yang sangat mendesak biasanya tidak ada
jalan lain kecuali menjual sebagian tanahnya yang sudah sempit.
Hal yang demikian berarti akan menimbulkan pemilikan tanah
pertanian yang lebih kecil lagi, kurang dari batas maksimum. Selain
daripada itu proses pemecahan tanah pertanian ini dipercepat pula
oleh sistem hukum waris adat. Proses tersebut merupakan hambatan
bagi tercapainya batas minimum pemilikan tanah pertanian yang
sudah ditentukan dalam peraturan perundangan.
61