Page 171 - Mozaik Rupa Agraria
P. 171
Di Parangtritis, bisnis hiburan malam berupa karaoke mulai
beroperasi tahun 2009, sebagai peralihan usaha penyewaan kamar
dan prostitusi. “Perda antimiras dan prostitusi membuat semua
bisnis di Parangtritis sepi,” ujar Banowati (50), seorang pembakal
bisnis karaoke saat ditemui di rumahnya (26 Februari 2020),
sebelumnya ia membuka penginapan untuk PSK di Yogyakarta
(1996) dan Parangtritis (1998).
“Dulu sebelum krisis moneter gampang cari duit, penghasilan
saya di Jogja bisa 3 juta per malam, pindah sini masih bisa 4 juta,
semakin lama semakin sulit” kata ibu dari Pembarep (25) dan
Ragil (15) ini, “garukan ngaruh banget, setahun bisa 3 sampai
4 kali, alasannya macam-macam: bulan puasa, tahun baru,
Agustusan (HUT RI), bahkan klithih (kekerasan remaja),” keluh
pengusaha yang kini penghasilannya merosot jadi Rp. 1.500.000
per malam atau 50 % sejak penggusuran 2016, baik karena operasi
aparat maupun kompetisi.
Meskipun digusur atau dirazia berkali-kali, bisnis karaoke
tidak surut, hanya berpindah tempat. Pada 2016, jumlah kios
karaoke di Grogol X (Parangkusumo), Parangtritis, Kretek, Bantul
sebanyak 35 rumah. Setelah penggusuran Zona Inti Gumuk Pasir
2016, mereka sempat pindah ke Srigading (Samas), Sanden, Bantul,
kemudian razia aparat dilakukan setiap dua hari, akhirnya mereka
kembali lagi ke Parangkusumo. “Tahun 2020 ada 50 kios,” kata
Banowati. Berkat kebaikan hati pihak tertentu, razia terkadang
bisa disiasati dengan cara menutup semua kios sebelum jadwal
razia.
Ditemui di kantornya (2 Maret 2020), Hariadi, Staf Database
Sekretariat Anak Merdeka Indonesia (SAMIN), mengungkapkan
bahwa penggusuran tidak serta merta menyelesaikan masalah.
“Bisnis karaoke di sekitar Bandara Yogyakarta International
158 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang