Page 183 - Mozaik Rupa Agraria
P. 183

untuk memenuhi  kebutuhan kayu,  tetapi  sebagai  tindakan
           tegas untuk  mengakhiri  keberadaan  gubug  reyot  yang  selama
           ini ia tempati. Tanah yang terpapar matahari, di tepi sungai yang
           pernah sepi ini, akan menjadi tempat bagi rumah barunya yang
           direncanakan dengan kayu Nangka yang kokoh. Walaupun Lurah
           telah memberi peringatan keras untuk tidak membangun rumah
           permanen, Joyo Diguno, dengan tekad yang bulat, tidak ingin lagi
           menjadi korban pemerasan. “Ini tanahairku, ini masa depanku!”
           bisiknya tegas,  sementara  matahari terbenam  memberikan
           sentuhan kehangatan pada wajahnya yang penuh semangat.

               Hatinya berbunga,  penuh harapan  akan masa  depan  yang
           cerah  untuk keluarganya.  Rumah baru  yang  lebih luas bukan
           hanya untuknya dan istrinya, Boinem, tetapi juga sebagai tempat
           yang akan melahirkan kenangan bagi generasi yang akan datang.
           Di dalam rumah itu, Joyo Diguno bercita-cita untuk menganyam
           tikar daun Mendong bersama Boinem, produk kerajinan tangan
           yang nantinya bisa dijual di pasar kota. Untuk memberikan lahan
           yang  cukup luas bagi  proses  pengeringan  daun Mendong, Joyo
           tak ragu untuk membabat semak-semak lebih banyak lagi. Tahun
           demi tahun berlalu, dan Joyo makin menguasai lahan di pinggiran
           sungai, merasa beruntung karena sepi minat orang tinggal di sana.
           Baginya, pinggiran sungai adalah sumber kebebasan.

               Namun, pada suatu hari Lebaran yang penuh berkah,  Joyo
           Diguno memutuskan  untuk membagi kebahagiaannya  dengan
           adiknya, Sarjono. Ia mengajak Sarjono untuk tinggal di pinggiran
           sungai, menawarkan kesempatan  emas  untuk membangun
           kehidupan yang lebih baik. Melihat perubahan positif dalam hidup
           kakaknya sejak  menjadi pengrajin  Mendong,  Sarjono tak tahan
           untuk mengikuti jejaknya. Tanah sawahnya di desa ditinggalkan,
           dan bersama istri serta anak-anaknya, Sarjono  pun menempati
           lahan yang  telah disiapkan oleh  Joyo. Tidak ada  transaksi  jual-



           170    Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang
   178   179   180   181   182   183   184   185   186   187   188