Page 185 - Mozaik Rupa Agraria
P. 185

Tidak pernah terbersit di pikiranku untuk bertanya mengapa
           kerumunan orang begitu ramai mengelilingiku saat itu. Aku lebih
           tertarik dengan  suara  melengking  yang  terdengar di  kejauhan.
           Suara itu menjadi pelipur lara, membawaku ke dalam dunia khayal
           yang penuh misteri. Namun, tiba-tiba saja, suara “gedebuk” yang
           tak terduga memecah keheningan, menjadikan dunia ini penuh
           ketegangan.  Orang-orang di  sekitarku  semakin  merapat, dan
           entah kenapa,  tangan-tangan mulai menepuk-nepuk  pahaku.
           Dunia yang baru kukenali begitu penuh rahasia dan tak terduga.

               Berpuluh-puluh bulan berlalu sejak saat itu, dan pada suatu
           sore yang mendung, pandanganku terpaku pada beberapa bapak
           yang dengan kasar menyeret becak masuk ke dalam kampung.
           Becak-becak  itu satu  per satu  dirantai,  menciptakan suasana
           yang tegang di tengah senja yang mulai memudar warnanya. Aku
           memperhatikan percakapan mereka dengan hati yang tak karuan,
           mencoba mengintip makna dari setiap kata yang mereka ucapkan.
           Hari perlahan berubah menjadi gelap.
               Tiba-tiba,  ibuku muncul  di  belakangku.  Tangannya
           memegang erat  tanganku,  mengajak  pulang.  Aku diarahkan
           oleh  ibu untuk  memasuki  kamar setelah pintu rumah tertutup
           rapat.  Suasana  tegang  semakin  terasa ketika mendengar  suara
           melengking yang familiar. Suara itu, yang pernah kudengar sejak
           kecil, kembali menghiasi udara sore itu.
               Bertanya-tanya,  aku akhirnya  menyuarakan  pertanyaanku
           kepada ibu tentang asal muasal suara yang menarik perhatianku.
           “Itu suara pakaian Sultan yang sedang diarak keliling kota,” jelas
           ayahku dengan  tenang.  Wajahnya  menerangi  ruangan dengan
           sinar  penuh makna.  Aku,  yang  masih bocah  dengan khayalan
           naif, membayangkan baju jemuran yang diarak di jalanan aspal.
           Namun,  aku belum mengerti  sepenuhnya jalan  pikiran  orang
           dewasa. Suasana tegang yang menyelimuti kampung ketika suara



           172    Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang
   180   181   182   183   184   185   186   187   188   189   190