Page 450 - Mozaik Rupa Agraria
P. 450

Rembulan menyabit awan di lengkung langit yang kelam…

               Seni adalah  keindahan abadi—ini  pendapat  Sasori,  shinobi
           anggota Akatsuki. Bagiku, seni adalah yang sirna dalam sekedipan
           mata. Tentu saja, aku adalah seniman sejati. Tapi, baru-baru ini
           muncul seorang seniman gadungan tak ternama, atau mungkin
           sebenarnya  ia  seorang dokter  bedah  pakar anatomi  tubuh-
           tubuh  sengketa  tanah,  atau  seorang  ahli  forensik  dalam  kasus
           pembunuhan  sejarah.  Ia gemar  membongkar apa  pun  yang
           dianggap mapan dan benar. Lawan yang benar-benar menakutkan.
           Ia tampak sangat jinak, mampu berkompromi dengan siapa pun,
           dengan apa pun. Tapi, siapa yang tahu isi hati? Mataku di segala
           penjuru tak mampu melihat apa pun yang berbahaya tentangnya,
           namun mataku sendiri melihat nyala api. Api yang tak kunjung
           mati. Api yang ia sulut di setiap tempat dan kesempatan. Ia bukan
           penghuni Padang  Ilalang  meskipun ia  sangat liar, bukan  pula
           seorang Pembunuh Gratisan meskipun ia sanggup melakukan apa
           pun tanpa dibayar, sialnya ia mempunyai kemampuan yang sama
           dengan para keparat yang telah kucatat.
               Keparat itu telah membongkar dusta besar Baginda. Dengan
           bukti dan alasan yang sangat meyakinkan, bahkan tak terbantah.
           Setidaknya,  ada lima  dosa besar Baginda  yang menjadi  alasan
           senjata ajudanku dapat  menyalak di  kepalanya  yang agung.
           Keparat itu mengurainya satu demi satu, betapa detil dan jelinya.
               Dosa pertama, Baginda telah melakukan kejahatan hak asasi
           manusia.

               Di  wilayah kekuasaannya, ia melarang  setiap  orang
           keturunan India, Eropa,  dan  Tionghoa mempunyai hak milik
           atas  sebidang  tanah, turun-temurun.  Alasannya,  itu  adalah
           aturan untuk membatasi kepemilikan aset untuk pemodal kuat,
           kenyataannya yang  miskin  papa  juga  ikut  dicabut  haknya.  Ada
           sebuah surat yang ia tujukan pada seorang warganya, resmi dalam


                                         Gerakan dan Perjuangan Agraria  437
   445   446   447   448   449   450   451   452   453   454   455