Page 107 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 107

Booming Pertambangan Nikel, Perampasan Tanah dan  97
                                                                                                       Kondisi Kelas Pekerja di Morowali, Sulawesi Tengah



               ton pada Agustus 2006 dan tetap pada tingkat sampai Juli 2007. Kekurangan produksi nikel tahun 2005 adalah sekitar
               70.000 ton dan lebih dari 40.000 ton pada tahun 2006 (sumber: Norilsk Nickel); (2) Pertumbuhan besar-besaran konsumsi
               nikel China, terutama produksi stainless steel dari Amerika Utara, Eropa dan Jepang;(3) Peran hedge fund dan pedagang
               institusional besar karena lembaga-lembaga ini memainkan penting dalam memicu pasar berjangka pendek (e Research
               Corporation, 2009).


               Pada pertengahan-2007, harga nikel mengalami penurunan tajam dari 25 dollar AS per lembar ke level  10 dollar AS per
               lembar pertengahan 2008, dan  menjadi 4.35 dollar AS per lembar pada pertengahan Februari 2009. Hal ini mencerminkan
               kecenderungan penurunan produksi nikel meningkat, sebagian besar dari Kanada, Australia, dan Kaledonia Baru. Juga,
               sebagai akibat dari harga nikel yang tinggi, produksi stainless steel turun sebesar 17 persen tahun 2007 (Deutsche Bank),
               yang secara bersamaan menurunkan permintaan nikel. Saham nikel di LME mulai bergerak naik, mencapai 50.000 ton pada
               bulan April 2008. Produsen stainless steel, termasuk China, Jepang, dan Korea Selatan, mulai melakukan investasi dalam
               teknologi baru. Sekaligus beberapa produsen baja baru  yang juga berperan menekan harga nikel jangka pendek (e Research
               Corporation, 2009).


               Fase ini sangat penting karena secara bersamaan sebagai bentuk yang menandai tahap baru dalam evolusi ekonomi China,
               sejak membuka diri dalam urusan perdagangan pada tahun 1970. Melalui pengembangan teknologi baru yang disebut Nickel
               Pig Iron (NPI). Hanya dalam waktu kurang dari lima tahun, NPI telah mengubah wajah industri nikel dunia. China menjadi
               sangat terkenal karena dua hal: Pertama, berhasil menurunkan harga produk manufaktur dengan biaya tenaga kerja yang
               murah; Kedua, menaikkan harga komoditas dengan permintaan agresif. NPI adalah satu terobosan fundamental dalam pro-
               duksi bahan di pabrik-pabrik Cina dengan berteknologi rendah, menyumbang sebanyak 10 persen dari 21 miliar dollar AS per
               tahun pasar nikel dunia. Suplay tersebut melampaui lebih dari semua nikel yang dapat diproduksi setiap tahun di Sudbury
               Kanada. Penemuan besar itu memicu perusahaan pertambangan terbesar di dunia percaya bahwa permintaan China akan
               terus melonjak untuk logam dan akan berlangsung selama beberapa dekade. Akibatnya, pertempuran diantara fraksi kapital-
               is pun dilancarkan, demam pengambilalihan (akuisisi) meletus pada tahun 2006 dan 2007 untuk dua raksasa nikel Kanada,
               yaitu, Inco, dan Falconbridge (Hoffman, 2011).

               Berkat itu, korporas-korporasi tambang China dapat disejajarkan dengan korporasi besar dunia lainnya, sebagai berikut; 1)
               Norilsk yang melakukan operasi tambang nikel di Rusia dengan jumlah produksi 18 persen; 2) Companhia Vale do Rio
               (CVRD) atau lebih akrab disebut Vale Inco melakukan operasi di Kanada, Inggris, Jepang, dan Indonesia menyumbang pro-
               duksi nikel sebesar 17 persen; 3) BHP Biliton yang beroperasi di Australia dan Kolombia memproduksi nikel sebesar 11
               persen ;4) Demikian halnya dengan Xtrata yang beroperasi di Kanada, dan Republik Dominika berhasil memproduksi nikel
               sebesar 9 persen; 5) Sementara itu, Jinchuan yang saat ini melakukan operasi tambang di China dan Indonesia mempro-
               duksi nikel sebesar 8 persen. Secara keseluruhan kelima perusahaan tersebut menyumbang sebesar 37 persen dari seratus
               persen total pasokan nikel dunia (e Research Corporation, 2009).

               Meskipun kelima perusahaan di atas sebagian melakukan operasi pertambangan nikel di Indonesia. Namun pada tahun
               2009, Indonesia hanya menduduki peringkat keempat sebagai negara penghasil nikel terbesar dunia dengan menyumbang
               sekitar 7,2 hingga 9 persen total pasokan nikel dunia.


               Dalam rentang tahun 2000-2009, permintaan nikel China tumbuh kian pesat rata-rata 25 persen per tahun. Pada 1995
               konsumsi nikel China baru mencapai 4 persen dari total konsumsi nikel dunia, Namun di tahun 2008, pasar China telah
   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111   112