Page 114 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 114
104 Di Atas Krisis Sosial-Ekologis Semacam Apa
Megaproyek MP3EI Bekerja?
balikan status monopoli dalam pertambangan oleh karena prasyarat operasi produksi pertambangan mesti ditunjang dengan
fasilitas pengelolaan hilir termasuk pabrik feronikel. Sementara jika dilihat dari nilai modal dalam pembangunan pabrik
mustahil bagi korporasi lokal dapat melakukannya, sebab angka yang harus dirogoh dari kantong setiap pemilik IUP dapat
mencapai triliunan rupiah.
Mekanisme-mekanisme Perampasan Tanah
Pemiskinan dan Relokasi Petani
Akibat langsung dari ekspansi tambang dialami masyarakat lingkar tambang PT Vale. Adalah transmigrasi desa One Pute
Jaya. Masyarakat yang didatangkan jauh-jauh dari Pulau Jawa ini, berharap akan mendapatkan suatu kehidupan baru
sebagai petani dengan keadaan lahan yang cukup. Mereka memiliki mimpi-mimpi yang ideal seperti menyekolahkan anak,
membangun hunian, dan membahagiakan keluarga yang sudah tertanam di benak mereka sejak awal. 8
Asa tetap bergantung di awan, harapan besar untuk menuai hidup menjadi petani yang sejahtera dengan keadaan lahan
yang cukup. Kini keadaannya tragis, dan nasibnya ditentukan oleh seberapa besar tekanan pihak terkait terhadap PT Vale.
Kasus Lahan Usaha dua (LU 2) transmigrasi Desa One Pute Jaya, hingga saat ini masih “diselimuti” semak belukar tak
terurus dan tidak produktif. Petani tidak menggarap lahan itu karena telah diklaim PT Vale sebagai kawasan Blok Bahodopi
sejak 19 tahun yang lalu. Mereka dilarang oleh pemerintah dan PT Vale untuk menyentuh apalagi mengolah tanah tersebut.
Petani tersebut telah melakukan berbagai upaya salah satunya aksi protes mendatangi instansi pemerintah, sampai
mendatangi Kantor PT Vale di Sorowako, tak juga memberikan jalan keluar atas nasib lahan para transmigran ini.
Demikian pula dengan petani yang berada di dusun 3 (tiga). Peserta transmigrasi yang didatangkan pada tahun 1989, sudah
mengosongkan arealnya, sebagian direlokasi ke Sembalawati Kabupaten Poso dan sebagian merantau untuk mencari
penghidupan baru (Sangaji, 2002). Karena situasi tidak karu-karuan seperti ini menciptakan praktek jual beli tanah yang
cukup mendalam di desa ini. Beberapa motif yang mendorong terjadinya hal tersebut, (1) Petani terjerat hutang-piutang
akibat tidak produktifnya lahan pertanian mereka; (2) Mereka tidak tahan dengan situasi tertekan, banyak di antara mereka
memilih keluar atau merantau dengan menjual tanah.
Informasi dari masyarakat menyebutkan bahwa tanah-tanah transmigran tersebut kini telah banyak berpindah tangan pada
orang di luar peserta transmigrasi. Sejumlah pejabat penting Pemkab Morowali juga berperan membeli dan memiliki tanah di
desa ini, termasuk Bupati Morowali.
Petani yang banyak bertahan di Desa One Pute Jaya sebagian besar berada di Unit 2 yang jumlahnya kurang lebih 500-an
KK. Petani yang bertahan karena memang sudah tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk merantau, apalagi harus
meninggalkan keluarga. Mereka juga terus menantikan ganti rugi LU 2 yang dijanjikan PT Vale. Untuk mengisi kekosongan
waktu penantian ganti rugi, para petani menggarap LU 1 sebanyak 70-75 are untuk persawahan dan pekarangan untuk
tanaman sayur seperti Daun singkong, itu pun tanaman lainnya sulit sekali tumbuh di desa ini.
Jumlah hasil produksi pertanian mereka tidak merata. Terjadi perbedaan antara petani yang satu dengan petani yang
lainnya. Setiap masa panen ada yang jumlahnya banyak dan ada pula yang kurang sama sekali. Perbedaan itu disebabkan
oleh luas lahan yang mereka olah bervariasi, ada yang luas di LU 2 dan sebagian luas di LU 1. Misalnya, pekarangan 20 are