Page 117 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 117
Kondisi Kelas Pekerja di Morowali, Sulawesi Tengah 107
Booming Pertambangan Nikel, Perampasan Tanah dan
Demikian pula yang terjadi di Desa Bahomakmur, Dampala dan 7 desa lainnya yang berada di lingkar konsesi PT Sulawesi
Mining Investment (PT. SMI) dan PT Vale. Di Desa Bahomakmur nyaris tinggal 3 Kepala Keluarga yang aktif melakukan
pertanian sawah, sejak PT. SMI beroperasi di wilayah itu. Irigasi manual yang dikembangkan masyarakat harus menerima
kenyataan pahit setiap tahun menjadi langganan banjir lumpur. Selain akibat pengerukan hutan oleh tambang juga
disebabkan penimbunan sungai bagi kebutuhan jembatan jalur koridor PT. SMI.
Tahun 2003-2004, kehidupan ekonomi masyarakat di sini kian mengalami kesulitan akibat gagal panen yang terus berlanjut.
Maka tidak heran, jika pendidikan anak-anak Desa Makmur hanya sampai pada level Sekolah Dasar, yang paling tingggi
umumnya Sekolah Menengah Pertama. Karena soal ini juga, kebanyakan anak gadis meminta pada orang tuanya untuk
menikah lebih cepat. Umur mereka rata-rata masih belia mulai dari 14 hingga 17 tahun sudah menikah. Mereka berharap
keadaan ekonomi orang tuanya akan sedikit terkurangi ketika mereka menikah. Pikirnya, suami akan menghidupi mereka.
Sementara anak perempuan lainnya merantau ke Kota Bungku jadi pembantu rumah tangga dan menjadi penjaga toko.
Keluhan sebelum dan sesudah masuknya pertambangan di desa ini lebih dominan karena kurangnya perhatian pemerintah
terhadap peningkatan teknologi pertanian mereka. Terutama irigasi. Tercatat sudah tiga kali mereka memindahkan lokasi
irigasi yang diolah secara manual, itu pun berdasarkan inisiatif mereka sendiri. Secara teknis, kemampun mereka tidak
cukup membantu untuk membuat irigasi tetap bertahan.
Pemagaran Laut, Pencemaran dan Penyingkiran
Nelayan
Pada Tahun 2011, masyarakat Morowali dibuat
tersontak oleh program Anwar Hafid tentang
Minapolitan, status yang dicanangkan bagi nelayan di
Bungku Selatan. Tidak tanggung-tanggung, Fadel
Muhammad yang pada saat itu masih menjabat
sebagai Menteri Perikanan dan Kelautan Indonesia
diundang untuk menghadiri peresmian kegiatan itu,
sebagai turunan dari program Si'E. Dalam
ceramahnya, Anwar Hafid menyebut, komoditas
rumput laut menjadi agenda andalan yang
dipromosikan di hadapan Menteri dan diikuti tepuk
riuh para nelayan yang hadir di lokasi kegiatan.
Masyarakat nelayan diberi harapan akan kembalinya
status mereka sebagai pemasok ikan.
Tapi apa yang terjadi, berselang beberapa bulan
setelah kegiatan itu, tiba-tiba masyarakat Bungku
Selatan sudah “berteriak.” Laut dan pantai yang
semula dicanangkan sebagai kawasan rumput laut
Gambar 5:Teluk Tolo Kolonedale yang tercemar limbah pertambangan telah menjadi keruh, dipenuhi lumpur dan limbah
PT. Mulia Pacific Resources. tailing ore dari beberapa perusahaan tambang yang
Foto: Dok. JATAM Sulteng.