Page 120 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 120
110 Di Atas Krisis Sosial-Ekologis Semacam Apa
Megaproyek MP3EI Bekerja?
Pada tahun 2008, warga Kelurahan Bahue pantai atau masyarakat nelayan diundang oleh Lurah setempat untuk bergotong
royong membersihkan lahan hutan seluas 250 hektar dibagian hulu Desa Bahoue. Sebanyak 400 kepala keluarga (KK) ikut
dalam gotong royong tersebut dengan berharap akan mendapatkan jatah tanah. Diperkirakan dari tahun 2008 itu,
masyarakat sudah tiga hingga empat kali naik turun gunung dengan membawa bekal sendiri membersihkan lahan tersebut.
Bagi mereka yang tidak bisa ikut gotong royong maka dibebankan sejumlah uang pengganti yang besarnya disesuaikan
dengan kebutuhan misalnya, uang bensin, makan dan minum ukuran per satu orang yang bekerja.
Pada saat sertifikat dan SKT diterbitkan, masyarakat nelayan yang ikut dalam gotong royong tersebut, justru tidak
mendapatkan tanah. Tidak ada satu pun di antara mereka namanya tercantum dalam sertifikat tanah. Belakangan diketahui,
nama-nama yang mendapatkan tanah tersebut adalah para pejabat pemerintah setempat, oknum Kepolisian, Pejabat
Stasiun Pertamina, Jaksa dan juga ada dari oknum Koramil Kolonedale. Tanah yang luasnya diperkirakan 250 hektar itu
sebagian telah dijual secara sembunyi-sembunyi ke pihak perusahaan tambang dengan jumlah ganti rugi yang prestisius
senilai ratusan juta rupiah. Padahal menurut masyarakat lain, tanah itu adalah lahan pengembangan Kelurahan Bahoue
yang telah ditetapkan di dalam Peta untuk peruntukkan bagi cadangan pemukiman. Dengan demikian, beralihnya status
tanah tersebut ke dalam usaha tambang berarti telah mengancam perluasan pemukiman warga di Kelurahan Bahoue. 15
Penggunaan Aparatus Kekerasan Negara
Pengaturan lahan dan ekspansi tambang nikel di Morowali juga melibatkan aparat keamanan, baik Polisi maupun TNI.
Struktur TNI di Morowali di bawah kendali Perwira Penghubung yang bekerja mendinamisasi struktur teritorial 7 Korem di 13
Kecamatan se Kabupaten Morowali. Posisi Perwira Penghubung adalah jabatan transisi persiapan struktural menuju
pemekaran Komando distrik militer (Kodim).
Pada tanggal 15 Mei 2013, peletakan batu pertama pembangunan Kodim 1311 Morowali telah dilaksanakan. Kegiatan itu
berlangsung di Desa Bahomahoni Kecamatan Bungku Tengah Kabupaten Morowali. Peletakan batu pertama pembangunan
Kodim 1311 Morowali dilakukan langsung oleh Kolonel CZI Firman Dahlan (Ka Zidam VII/WRB) yang dihadiri oleh Bupati
Morowali, Ketua DPRD Morowali, beserta jajaran Pemda Morowali, dan perwakilan masyarakat. Tanah yang dipergunakan
untuk pembangunan Kodim 1311 Morowali berstatus Pinjam Pakai dari Pemerintah Kabupaten Morowali (Kodam Wirabuana,
2013).
Pelibatan aparat keamanan bukan hanya sekedar aparat yang diperbantukan dalam operasi tambang, misalnya ikut berjaga
di pos bersama satpam. Tetapi mereka juga terlibat dalam sosialisasi-sosialisasi perusahaan yang hendak melakukan
aktivitas pertambangan. Pemekaran Kodim, menandakan keseriusan pemerintah dalam melibatkan TNI untuk memuluskan
jalan operasi pertambang di Kabupaten Morowali.
Peran aparat TNI dan Polisi dalam tambang memang sudah diterjemahkan lewat Peraturan Presiden tentang pengamanan
objek vital negara. Para petugas dari kedua institusi itu menjunjung tinggi supremasi Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 63 TAHUN 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri,
tanggal 5 Agustus 2004.
Dalam Kepres 63 tersebut terdapat pasal yang mengatur keterlibatan TNI-Polri dalam bertugas dan menjaga aset-aset yang
menguasai hajat hidup orang banyak dan fungsi-fungsi produksi yang merupakan sumber pendapatan strategis negara. TNI
juga diwajibkan menyerahkan pengamanan objek vital pada kepolisian minimal enam tahun sejak Kepres diterbitkan.