Page 115 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 115
Kondisi Kelas Pekerja di Morowali, Sulawesi Tengah 105
Booming Pertambangan Nikel, Perampasan Tanah dan
Gambar 4: Salah satu bentuk protes warga di gapura Desa One Pute Jaya.
Foto: Dok. JATAM Sulteng.
sawah 70 are, dan rumah 5 are. Sebuah kemujuran kalau semua lahan ini berada di posisi rumah, sebagian yang lain antara
tanah 20 are dengan 5 are, terpisah. Rata-rata LU 1 yang dikerjakan umumnya memiliki luas hanya 70 are. Panen hanya
terjadi dua kali setahun dengan jumlah padi yang dihasilkan sebesar 180 ember atau setara dengan dua karung pupuk padi
dengan perkiraaan (harga tahun tahun 2009) nilai nominal 6 juta rupiah per enam bulan.
Petani mengerjakan lahan pertanian dengan pola bantuan dari petani lainnya. Mereka menyebut pola ini dengan sebutan
Bawon. Konsep Bawon sendiri dibawah oleh mereka dari Pulau Jawa. Bawon semacam buruh tani upahan, tetapi juga
memiliki lahan, dan ini terjadi pada hampir semua petani yang ada di Desa One Pute Jaya. Padi yang jumlahnya 180 ember
itu, kemudian dibagi pada petani Bawon. Setiap petani Bawon mendapat upah sebesar 10 persen, dari jumlah padi yang
dihasilkan. Tetapi Itu sangat tergantung pada keberhasilan padi yang di tanam, kadang-kadang tidak ada hasil karena
mengalami gagal panen. Jika keadaannya begitu, ongkos bawon terpaksa dihutang dan menunggu masa panen berikutnya.
Biaya yang harus dikeluarkan petani dalam memulai penanaman padi cukup besar. satu masa panen rata-rata petani
menghabiskan 8 Sak pupuk yang jika dinominalkan jumlahnya mencapai 1 juta rupiah. Belum lagi untuk mengolah tanah,
petani biasanya menggunakan traktor dengan ongkos 600 hingga 700 ribu rupiah per 75 are, dan ditambah biaya tanam
sebesar 225 ribu rupiah. Jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan petani campur tenaga mencapai 3 juta rupiah. Petani
yang tidak mampu membayar ongkos sewa traktor, terpaksa menggunakan tenaga manusia, atau anak-anak petani sendiri
untuk menarik bajak. Kebiasaan petani selalu berhutang untuk membiayai proses memulai pengelolaan sawah.
Keadaan semacam itu memaksa petani selama enam bulan hanya menunggu untuk membayar hutang. Timbul keresahan
petani atas ketidak-cukupan lahan, terutama belum adanya legalitas penuh tentang klaim perdata atas tanah tersebut.
Polemik ini tidak mendapat respon yang serius dari pemerintah. Namun Bupati Morowali Anwar Hafid, membantah tidak