Page 189 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 189
Kompleks Industri Bekasi:
Masalah Perburuhan dan Aksi-aksi Kaum Buruh 179
seimbangan kuasa dalam mekanisme penyelesaian kasus yang formal. Sukar membayangkan bagaimana mungkin sekelom-
pok buruh outsourcing biasa yang dirugikan, dengan pengetahuan hukum terbatas, mampu mendudukkan diri dalam posisi
setara dalam bernegosiasi dengan pihak managemen perusahaan besar. Gerebeg merupakan adonan dari macam-macam
unsur: pawai, demonstrasi, blokade, aksi jalanan, dan mogok kerja. Dengan mogok kerja, buruh mengguna-kan apa yang
dimiliknya: tenaga kerja, untuk menaikkan posisi tawar. Gerebeg pabrik tak lain adalah kursus cepat tentang solidaritas. Bu-
ruh yang satu membantu yang lain, serikat (tingkat pabrik) yang satu mendukung yang lain. Entah disengaja, entah spontan
dan kebetulan, gerakan buruh Bekasi menggunakan istilah gerebeg. . Istilah ini lebih sering dipakai oleh suatu otoritas hukum
atau moral (mis: polisi menggerebeg bandar judi, warga menggerebeg tempat maksiat). Pelaku gerebeg mengaku (claim)
sebagai pemegang otoritas yang sedang menegakkan hukum. Sasaran gerebeg adalah kriminal dan orang yang melakukan
tidak bermoral dan tidak pantas.
Selalu menjadi pertanyaan, apakah satu-satunya hal yang dilakukan FKI adalah 'menyulut kemarahan' buruh dan mendorong
mereka untuk menggerebeg? Tidak tepat begitu. Sebelum FKI mengeluarkan seruan gerebeg, ada semacam diskusi dengan
buruh korban (yang pabriknya bakal digerebeg). Namun demikian, seperti diakui tenaga FKI, memahamkan hak perburuhan
itu tidak mudah dan membutuhkan waktu lama. Meski sudah bekerja bertahun-tahun, kebanyakan buruh miskin pemaham-
an tentang hak dasar, apalagi pengalaman berserikat. Banyak buruh yang merasa diperlakukan tidak adil hanya -secara
intuitif saja- menganggap ada sesuatu yang salah. Pertemuan pendidikan sebelum gerebeg lebih menekankan dua hal;
Pertama, meyakinkan bahwa benar bahwa hak mereka telah dicuri. Kedua; membangkitkan keberanian dan solidaritas to-
long menolong di antara buruh. Pendidik FKI percaya bahwa justru dengan mengikuti gerebeg pabrik buruh perlahan-lahan
belajar tentang hak dan tentang berserikat. Pada aspek ini, kejadian gerebeg sendiri merupakan suatu jenis pendidikan.
Gerebeg dilakukan pada pabrik yang melakukan pelanggaran (outsourcing) yang masif. Lagipula berbagai kelompok buruh
memiliki kebutuhan belajar yang berbeda-beda pula. Studi kasus ini mencatat, bagaimana tenaga pendidik dari FKI di
Markas Besar melakukan pembicaraan berkali-kali dengan pengurus serikat di PT S. Mereka tengah berusaha membangun
kembali serikat mereka yang bertahun-tahun mati suri. Tindak lanjut dari pertemuan, pendidik FKI menyambangi kelompok
ini di sebuah kamar sewa di tengah pemukiman buruh. Belasan orang berkumpul, memanfaatkan waktu yang pendek pada
jam istirahat siang (sebagian meninggalkan pertemuan lebih awal karena harus masuk kerja). Tampak bagaimana pendidik
ini memupuk keberaniam buruh untuk berserikat. Kepada buruh yang masih ragu, dia menekankan bahwa berserikat adalah
hal biasa, merupakan hak yang dilindungi undang-undang. Selanjutnya, melayani beberapa pertanyaan; membimbing serikat
langkah demi langkah. Mereka kemudian menyusun beberapa langkah ke depan, dengan tujuan jangka pendek memperke-
nalkan pengurus serikat yang baru ke pihak managemen. Tujuan pertemuan hanya itu, bukan gerebeg pabrik.
Sampai dengan Oktober 2012, gerebeg dilakukan oleh FKI terhadap kurang-lebih 60 pabrik, dan ribuan buruh outsourcing
diangkat sebagai buruh tetap (angka yang tepat sukar diperoleh karena tidak semua kejadian gerebeg tidak didokumentasi-
15
kan dengan seksama). Sementara itu, sejak November 2012, gerebeg mendapatkan tekanan dari aparat keamanan, serta
pengusaha dan tukang pukul. Di arena yang lain, yakni pembentukan peraturan dan perundang-undangan; kampanye Hos-
tum, gerebeg dan aksi jalanan lainnya, serta polemik berbulan-bulan, telah membuahkan hasil sementara. Menakertrans
Muhaimin Iskandar mengeluarkan Peraturan Menakertrans yang membatasi outsourcing hanya pada lima jenis pekerjaan
pendukung saja. Permenakertrans No:19/2012 ini berlaku sejak diundangkan, 19 November 2012; dan dunia usaha diberi
waktu satu tahun untuk menyesuaikan diri terhadap peraturan ini. Apindo menolak peraturan ini, dan Asosiasi Bisnis Alih
Daya Indonesia (ABADI) bermaksud menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi.