Page 187 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 187
Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis
dimasuki oleh Koperasi eks buruh di Wangunwatie ini. Selain
itu mereka juga ikut serta dalam program-program pemerintah
yang waktu itu digunakan untuk memuluskan Revolusi Hijau di
Indonesia. Dalam keterlibatan agenda pemerintah tersebut mereka
patuh, tanpa melakukan protes sedikitpun. Sementara perkebunan
yang dikelola koperasi tetap berjalan dengan aman, meski tanpa
hak alas hukum apapun kecuali SK Menteri Pertanian dan SK
Inspektorat Agraria tahun 1965.
Pada tahun 1989 diberikanlah HGU oleh BPN berdasar SK
Mentri Pertanian terhadap koperasi Wangunwatie. Keberhasilan ini
merupakan hasil dari lobi dari salah seorang Jenderal berpengaruh
yang pada waktu zaman revolusi fisik menjadikan desa itu sebagai
salah satu basis pertahanannya. Pada tahun 2002 tanah yang
telah di-redistribusi pada tahun 1952 dan telah di SK-kan oleh
pemerintah pada tahun 1965, kemudian mendapatkan pengakuan
dengan proses sertifikasi oleh BPN atas dasar dukungan dari
pemerintah Kabupaten Tasikmalaya dan swadaya masyarakat.
Proses sertifikasi ini merupakan usulan kaum tani di sekitar
koperasi Wangunwatie, yang telah lama resah dengan ketidakjelasan
status kepemilikan tanah mereka yang hanya didasarkan pada
SK Redistribusi tahun 1965. Modus produksi yang dijalankan
di perkebunan ini menjunjung tinggi azas kekeluargaan dan
18
pemerataan kesejahteraan bagi kaum tani yang ada di sekitarnya ,
18. Koperasi ini melakukan pembinaan karet rakyat diluar petani yang menjadi
anggota koperasi, saat ini sekitar 560 petani dengan luas lahan 78 Ha di sekitar
wilayah kerja koperasi Wangunwatie, ikut dalam program yang dibungkus
dengan nama “kemitraan karet rakyat” sejak tahun 2005, dengan rata-rata
penghasilan perbulannya Rp 4.500.000,-/Ha. Kemitraan ini meniadakan
skema hutang, koperasi memberi pembinaan dari persiapan lahan hingga ke
penjualan, dan tidak menuntut petani untuk mengembalikan modal awal yang
— 168 —