Page 188 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 188
Integrasi “Reforma Agraria” dengan Rencana Pembangunan Wilayah dan Pengentasan Kemiskinan
berbeda dari modus produksi di perkebunan-perkebunan swasta
dan perkebunan negara yang lebih mengutamakan akumulasi
sepihak hanya oleh segelintir pemilik saham, apalagi strategi
penghidupan mereka ditopang oleh penggarapan tanah redist
seluas 400 Ha hasil redist 1965.
Kini, Koperasi Wangunwatie telah berhasil mengangkat nasib
600-an jiwa keluarga petani ke tingkat kesejahteraan yang lebih
mapan dari kondisi buruh miskin perkebunan. Selain memakai
skema pengupahan yang relatif tinggi untuk ukuran kabupaten
Tasikmalaya yaitu Rp 30.000/hari, koperasi yang telah berhasil
mengelola kepentingan anggotanya yang rata-rata adalah penyadap
karet ini tidak menjual karet mentah mereka ke pasar, tetapi
diolah lebih dahulu menjadi produk setengah jadi. Baru-baru ini,
berdasarkan rapat anggota tahunan, koperasi Wangunwtie sedang
merintis kerjasama dagang dengan perusahaan Transnasional
berbahan dasar karet (Ban) dari Singapore. Jika digambarkan alur
kerja petani anggota koperasi Wangunwatie adalah petani yang
“subuh hari menyadap karet dikebun koperasi, siang mengantar hasil
sadapan ke gudang pengolahan, sore membersihkan kebun sendiri,
dan malam berkumpul dengan keluarga di rumah”. Daulat atas
tanah dan diri sebagai petani. Hasil perjuangan panjang buruh
kebun dengan beragam kroniknya.
Uraian keberhasilan koperasi Wangunwatie diatas
memperlihatkan bagaimana proses Reforma Agraria di wilayah
ini terjadi dalam potongan-potongan waktu yang jauh dan
dengan kondisi politik yang berbeda, tetapi kaum tani ini bisa
bertahan diantara perubahan-perubahan besar politik ekonomi
dipinjamkan koperasi sebelum panen dan karet petani menghasilkan (FGD
8 Juni 2010 di Desa Culamega-lokasi kemitraan koperasi Wangunwatie)
— 169 —