Page 191 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 191

Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis

            Perjuangan land reform di Gambar Anyar dilandasi dua semangat;
            Pertama, tuntutan untuk merebut kembali tanah hak milik mereka
            atas dasar historisitasnya. Kedua, peluruhan identitas Wong Persil,
            ke arah identitas sosial baru yang lebih pantas dan setara dengan
            warga lainnya. Point terkahir ini menjadi titik pembeda gerakan
            land refom Wong Persil ini dengan gerakan lain sejenis.
                Sejarah trukah dimulai pada saat penjajahan zaman Jepang,
            saat Romusa, masyarakat sekitar perkebunan Gambar diminta
            untuk trukah hutan di sekitar dusun Gambar Anyar (sekarang).
            Saat Jepang kalah perang, daerah tersebut dikuasai oleh Belanda
            dan menjadi perkebunan milik Belanda. Ketika Belanda datang
            kembali, Agresi militer I, hasil trukah yang telah lama diinggalkan
            itu, dibabat lagi, karena sudah menjadi hutan kembali. Dalam
            gelombang trukah kedua ini, warga memiliki kembali lahan dan
            rumah di ladang mereka, sekaligus sebagai tempat sembunyi dari
            kekejaman kolonial Belanda. Presiden RI Pertama, Soekarno pernah
            datang di dusun Bladak, berdekatan dengan Gambar Anyar, di
            awal-awal kemerdekaan, memaklumatkan bahwa tanah perkebunan
            yang telah menjadi lahan garapan warga tidak boleh diganggu
            gugat dan seluas-luasnya untuk kepentingan kesejahteraan warga
            sekitar dan pendidikan anak cucu mereka. Ungkapan Soekarno ini
            menjadi salah satu dasar keyakinan warga sekitar Gambar untuk
            menggarap dan memiliki lahan mereka.
                Pada tahun 1965-1966, titik malapetaka terjadi. Dalam sebuah
            moment yang dramatik dan tragis, orang-orang Gambaranyar yang
            dituduh anggota BTI dan simpatisan PKI dikumpulkan di depan
            kantor perkebunan, di bawah todongan senjata, diminta memilih
            antara “nyawa atau harta”. Maka dengan segala keterpaksaaan
            dan ketakutan, warga menyerahkan seluruh lahan mereka kepada
            perkebunan yang notabene dikuasai kelompok militer. Mayoritas

                                    — 172 —
   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196