Page 32 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 32
Administrasi Pertanahan dan Larasita: Mengangankan Ruang Negosiasi-Partisipasi Rakyat di Level Desa
desa mengalami tekor pajak hingga jutaan rupiah. Karena itu, pada
tahun 2004 hingga 2005, aparat desa Plumbungan melakukan
sosialisasi bagi masyarakat untuk melakukan pendataan-ulang
tanah (klangsiran). Lalu, pada 2006 akhir klangsiran itu dilakukan
secara swadaya dengan biaya desa dan dilakukan sendiri oleh
aparat desa. Jika Administrasi pertanahan bertumpu pada SPPT
yang dipegang oleh pemilik tanah, seringkali tidak akurat. SPPT
kerapkali tidak menunjukkan luasan tanah yang sebenarnya, sebab
ia hanya berorientasi pada pemenuhan pajak yang kemungkinan
akan dibesar-besarkan.
Sementara, di desa lain, di Desa Purwoasri, administrasi
pedesaannya cukup lengkap. Data Letter C di desa itu merupakan
rekapan tanah, baik tegalan maupun tanah sawah yang dimiliki
oleh masyarakat. Hampir seluruh data tentang tanah yang
tersertifikasi, tanah yang belum tersertifikasi, data peralihan hak
tanah tercatat dengan rapi di kantor desa. Pada kasus jual-beli
tanah, misalnya, setelah pihak penjual dan pembeli menyepakati
harganya, mereka pergi ke desa bersama dengan saksi dan kepala
dusun, lalu pergi ke kantor desa. Setelah proses jual beli itu, lalu
penjual-pembeli membuat surat pernyataan di desa dan pihak
desa melakukan cek fisik tanah dan pengukuran-ulang yang
dilakukan oleh pihak desa dan kepala dusun. Pada saat cek fisik,
pada umumnya orang yang memiliki batas-batas tanah yang
bersebelahan dengan tanah yang akan dijual diundang untuk
mengecek batas dan menghindari konflik batas tanah. Ketika
tanah akan disertifikatkan atau balik-nama, barulah pihak BPN
akan diundang. Pada saat membuat surat tanah, maka pihak desa
juga melakukan pencatatan di Letter C desa untuk mengetahui
sejarah tanah. Begitu tanah dibeli, maka data pada Letter C desa
— 13 —