Page 37 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 37
Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis
Selama beberapa tahun, karena tanah itu semakin melebar, maka
sebagian juga menanam komoditi yang lebih berharga, seperti
jati dan sengon laut.
Sayangnya, munculnya tanah timbul itu lepas dari pengelolaan
dan pengurusan pihak BPN. Karena tidak memiliki pengetahuan
yang memadai tentang bagaimana mengelola dan mengatur tanah
itu supaya dapat memberikan kemakmuran bagi masyarakat desa
Kembang, pihak aparat desa cenderung tidak punya pandangan
yang tepat tentang bagaimana mengelola masalah itu dan gagal
mencegah penguasaan yang saat ini terlanjur timpang, yaitu mulai
10
dimiliki oleh sejumlah mantan pejabat dan anggota DPRD.
Dari berbagai kisah mengenai konflik agraria dan sengketa
batas tanah, dan bagaimana pemerintah desa mengatasi masalah
administrasi pertanahan itu, ada beberapa hal yang patut
direfleksikan: Pertama, aparat desa pada umumnya lebih mampu
mendeteksi kemungkinan terjadinya konflik agraria dan masalah-
masalah sengketa batas tanah. Beberapa dari upaya deteksi itu malah
sudah menghasilkan cara-cara penyelesaian konflik, meskipun
tentu saja belum memadai.
Kedua, pola relasi antara BPN dengan aparat desa di Pacitan
sejauh ini baru mengenai masalah administrasi pertanahan dengan
pola top-down. Dalam pelaksanaan Larasita misalnya salah satu hal
yang paling sering disosialisasikan adalah melulu mengenai teknis
pelaksanaan Larasita. Sosialiasi pada umumnya dilakukan kepada
Kepala Desa, Carik dan LMD, dan tokoh-tokoh masyarakat di
Kecamatan dengan inisiatif BPN. Sosialisasi ini dijadwalkan oleh
BPN sendiri, bukan berdasarkan permintaan desa. Akibatnya,
hampir seluruh aparat desa mengesankan BPN hanya sebagai
10. Wawancara dengan Kades Kembang, 11 Juni 2010.
— 18 —