Page 34 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 34
Administrasi Pertanahan dan Larasita: Mengangankan Ruang Negosiasi-Partisipasi Rakyat di Level Desa
sengketa masyarakat dengan institusi atau korporasi (TNI AD dan
PT.GLI), satu kasus sengketa karena penyerobotan tanah bekas
gogolan dan sisanya, empat kasus sengketa karena tumpang tindih
sertifikat. Sengketa dengan PT GLI itu terjadi karena perusahaan
ini menambang batu jenis gelina hingga ke tanah milik warga desa
(Ngadiso). Kasus dengan TNI AD, yaitu penguasaan tanah bekas
hak rakyat oleh TNI AD seluas 17 hektar.
Dari kasus yang dideteksi oleh Kantah Kab. Pacitan di atas,
kasus tumpang tindih sertifikat menduduk peringkat teratas dari
sisi jumlah kasus. Konflik ini merupakan biang dari pemetaan
dan administrasi pertanahan yang dari dulu berjalan tidak tertib.
Bidang-bidang tanah yang ada kadangkala tidak diikatkan pada
sistem pertanahan nasional. Karena itulah lahir sistem TM3 atau
sistem transformasi dengan dasar tiga derajat pembagian lembarnya
sebagai solusinya. alam kasus di Pacitan, hal itu seringkali terjadi
karena penunjukan batasnya tidak akurat. Akibatnya, BPN digugat
7
oleh 13 orang yang merasa dirugikan atas kesalahan penunjukan
batas dan tumpang tindih-sertifikat. Kasus ini sebenarnya memiliki
dua versi sumber. Sumber pertama adalah wawancara dengan
Kasi Konflik BPN Pacitan pada 4 juli 2010. Sedangkan sumber
yang kedua dari laporan data konflik pertanahan di BPN Pacitan.
Putusan pengadilan adalah penyelesaian sengketa/perdamaian
Tanggal 26/6/2009 no. PPS/01/VI/2009/PPSK.
Untuk menjalankan putusan pengadilan itu, maka pihak BPN
berupaya untuk mengembalikan sesuai dengan kondisi yang riil
di lapangan dan memperbaiki sertifikatnya. Semua sertifikat 13
7. Keterangan jumlah yang disebutkan kasi konflik BPN Pacitan ini berbeda
dengan laporan data konflik agrarian BPN pacitan yang menyebut penggugat
berjumlah 10 orang dengan gugatan tumpang tindih sertifikat.
— 15 —