Page 36 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 36
Administrasi Pertanahan dan Larasita: Mengangankan Ruang Negosiasi-Partisipasi Rakyat di Level Desa
mendapati bahwa masalah benih-benih sengketa agraria ternyata
dapat berlangsung setiap saat, pihak BPN juga akan menemukan
bahwa pada kenyataannya aparat desa pada umumnya bergelut
dengan masalah-masalah sengketa agraria, dalam berbagai variannya,
dan senantiasa berupaya mencari solusinya.
Di desa Pringkuku, misalnya, sengketa yang seringkali terjadi
adalah sengketa mengenai batas pertanahan. Untuk mengatasi
sengketa semacam itu, maka aparat desa sudah sejak lama
menganjurkan agar penanaman batas memakai pohon jarak.
Penggunaan pohon jarak sebagai batas tanah ini sudah turun
temurun dan sejak lama. Sebab jika memakai patok kayu, bisa
digeser, sedangkan jika memakai pohon jarak, maka bisa bertahan
lama dan sulit untuk bergeser. Kemudian, aparat desa Pringkuku
menetapkan peraturan bahwa jika menanam pohon mesti berjarak
satu meter dari batas. Kebijakan ini supaya tidak terjadi sengketa.
Bila ada yang menanam pohon di batas atau dekat dengan batas,
maka tanaman itu menjadi milik RT. Dengan mekanisme semacam
itu, sejauh ini tidak ada sengketa mengenai batas. 9
Sementara, konflik agraria dengan varian lain pernah terjadi
juga di Kembang. Sengketa yang muncul di daerah ini bermula dari
munculnya tanah gumuk, yakni tanah timbul di daerah pinggiran
sungai yang terkena erosi tanah, akibat sungai yang berkelok-kelok.
Tanah timbul ini belakangan banyak sekali muncul di Kembang.
Sebagai misal, terdapat tanah kas desa yang dulu terletak di timur
sungai, lalu tanah itu tergeser ke barat sungai. Ketika tanah kas
desa itu bergeser ke Barat, masyarakat mendudukinya. Sejarah
penguasaannya pada umumnya berasal dari ketika tanah itu
muncul, lalu beberapa masyarakat menanam rumput gajah.
9. Wawancara dengan Kades dan Sekdes Pringkuku, 6 Juni 2010.
— 17 —