Page 159 - Transformasi Masyarakat Indonesia dan Historiografi Indonesia Modern
P. 159
Djoko Suryo
masyarakat Yogyakarta dalam memelihara nilai-nilai luhur
budaya yang diwariskan oleh nenek moyangnya.
4. Menjadi Daerah Istimewa (Vorstenlanden) pada Masa
Kolonial dan Daerah Istimewa pada Masa Kemerdekaan
Semangat perjuangan dan pembaharuan dari Kraton Yogya-
karta yang tumbuh pada masa-masa awal, tampak menjadi sum-
ber dinamika perjalanan Sejarah Yogyakarta pada masa kemu-
dian. Berbagai peristiwa historis telah membuktikan bahwa se-
mangat perjuangan (fighting spirit) yang dimiliki pendiri kerajaan
sebelumnya rupanya menjadi fondasi terbentuknya semangat
juang kolektif (collective fighting spirit) dan semangat heroisme -
patriotisme (heroism and patriotism spirit) bagi masyarakat Yogya-
karta dalam sejarah perjuangan bangsa. Semangat dan aksi juang
kolektif, serta semangat heroisme-patriotisme tersebut dapat
disimak antara lain dalam dua peristiwa sejarah penting, yaitu
Perang Diponegoro (1825-1830) dan Revolusi Kemerdekaan
(1945-1949). Dalam kedua perisitwa besar itu rakyat Yogyakarta
tampak telah berperan sebagai aktor kolektif (collective histori-
cal actors) penggerak perlawanan terhadap kekuasaan Belanda
dan revolusi kemerdekaan, yang dilancarkan bersama-sama
dengan tokoh pemimpinnya yaitu Pangeran Diponegoro dan
Sultan Hamengku Buwana IX. Kedua peristiwa sejarah itu
sesungguhnya dapat ditafsirkan sebagai aktualisasi dari respon
masyarakat Yogyakarta terhadap perubahan zaman, yang diji-
wai oleh semangat untuk mempertahankan kelangsungan hidup
yang tinggi (survival spirit), dan idealisme Jiwa Satriya atau
Kesatria (the spirit of knighthood). Ungkapan-ungkapan, “Nyawiji,
Greget, Sengguh, Ora mingkuh” yang menggambarkan semangat
dedikasi, loyalitas dan integritas moral yang tinggi, pada hake-
katnya ada didalamnya.
Berakhirnya Perang Jawa (1825-1830) tidak berarti Kesul-
tanan Yogyakarta sepenuhnya hancur atau lenyap, karena pihak
Pemerintah Kolonial Belanda tidak berani mengambil resiko
138