Page 161 - Transformasi Masyarakat Indonesia dan Historiografi Indonesia Modern
P. 161
Djoko Suryo
dengan pendirian rumah sakit dan klinik-klinik kesehatannya.
Pada saat yang sama Yogyakarta tumbuh dan berkembang men-
jadi pusat kegiatan pergerakan nasional, ditandai dengan digu-
nakannya Kota Yogyakarta menjadi tempat kongres Budi
Utomo, dan tempat kelahiran Pergerakan Muhammadiyah
(1912), Taman Siswa, dan tempat kegiatan pergerakan lainnya,
termasuk pergerakan kaum perempuan dan pemuda Indone-
sia.
Ketika pecah Perang Dunia II (1938-1945), Indonesia didu-
duki oleh Bala Tentara Jepang, dan Yogyakarta termasuk didu-
duki pula oleh Pemerintahan Militer Jepang. Selama Pendu-
dukan Jepang Daerah Praja Kejawen Yogyakarta, mampu mem-
pertahankan diri dan mampu menyiasati kebijakan Pemerin-
tahan Militer Jepang yang akan merugikan penduduk Yogya-
karta. Sebagai contoh, untuk menghindarkan penduduk
Yogyakarta dari ancaman tugas kerja Romusa (Kerja Rodi atau
Kerja Paksa) yang dilakukan oleh Pemerintah Militer Jepang,
Sultan Hamengku Buwono IX sebagai pimpinan Praja Kejawen
melakukan siasat dengan membuka program pembangunan
perluasan areal pertanian di daerah wilayah Yogyakarta melalui
pembangunan irigasi, yang dikenal “Selokan Mataram”, yang
dibangun melintang dan memanjang dari arah barat, yaitu dari
Sungai Progro, ke arah bagian timur Yogyakarta, sehingga da-
pat membuka lahan pertanian baru yang tidak sedikit jumlah
arealnya. Pembangunan irigasi ini dilakukan dengan pengerahan
tenaga penduduk setempat, sehingga dengan demikian mereka
tidak dikenakan tugas Romusa. Program yang sama juga
dilakukan di daerah Bantul Selatan. Masih banyak siasat-siasat
lain yang dilakukan oleh Praja Kejawen dalam menyelamatkan
rakyatnya dari penderitaan akiabt tekanan Pemerintah Jepang.
Semangat juang (fighting spirit) untuk bertahan hidup (sur-
vival spirit) dan untuk melangsungkan keberlanjutan kehidupan
(sustainability spirit) juga tampak kembali pada masa awal ke-
merdekaan, yaitu ketika Indonesia telah memproklamasikan
140