Page 101 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 101
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 89
proses kesejarahan yang baru sama sekali. Keberadaan Jember tidak
akan hadir manakala tidak ada campur tangan dari pihak pembuat
sejarah, yakni kolonial. Kedua, dalam benak masyarakat lokal juga
dikesankan bahwa kesuburan tanah di Jember yang kemudian
menjadi tempat bertebaran tanaman perkebunan adalah akibat
usaha tani baru kolonial. Ketiga, proses pertumbuhan penduduk
di Jember adalah semata-mata akibat adanya faktor penarik (pull
factor) dari kekuatan modal yang melekat pada usaha tani baru
t P y ber munculnya satu wilay
dengan penduduknya yang menetap dan mengolah tanah bukanlah
satu proses transformasi individu, dan prosesnya bukan seketika tapi
berangsur-angsur dan dalam jangka waktu yang lama.
Kehadiran usaha tani baru yang mendapat dukungan modal
besar dan kebijakan politik pemerintah ini tidak saja ingin
mempercepat tumbuhnya satu ekonomi lokal. Lebih dari itu, usaha
tani baru tersebut juga memiliki nafsu sendiri untuk memperluas
penguasaan dan cakupan usahany Selama beberapa dasaw
aw 1 mereka berusaha ”menaklukkan wilayah
di Jember. Mereka bernafsu membuka hutan, mengalihfungsikan
tanah-tanahnya menjadi kebun-kebun besar (onderneming),
menjadi penghasil kekayaan dan modal baru. Praktek awalnya
mereka berusaha menarik simpati demi mendapatkan ”mandat”
dari masyarakat lokal untuk menanam tanaman perkebunan dengan
jalan menyewa tanah-tanahnya.
Secara perlahan masyarakat lokal menerima sistem usaha tani
baru tersebut, karena pertumbuhan ekonomi yang ”menjanjikan”
kekayaan itu. Kendati mendapat ”mandat” dari masyarakat, para
pemilik modal masih hati-hati untuk memenuhi nafsu hausnya
akan tanah. Mereka memilih berjalan dengan mengiringi tradisi
elit-elit setempat. Kaum yang haus akan tanah tersebut mengajak
para elit lokal untuk menghadirkan kerabatnya dari Madura untuk
menjadi tenaga kerja.