Page 98 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 98
86 Tri Chandra Aprianto
pada sub bab sebelumnya, usaha budidaya tanaman perkebunan di
wilayah Karesidenan Besuki (termasuk Jember) juga dilakukan oleh
masyarakat setempat. Hal ini dilakukan tidak saja dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pasar lokal dan domestik. Usaha tanaman
perkebunan dari masyarakat tersebut juga untuk pemenuhan pasar-
pasar internasional yang dikelola oleh pengusaha perkebunan yang
bernama opkoper.
Usaha tanaman perkebunan yang dilakukan masyarakat
setempat ini juga merupakan sebuah konstruksi sosial yang
melahirkan struktur ekonomi baru yang pada masa sebelumnya
tidak ada. Hadirnya para pedagang perantara ini juga menjadi
”komunitas” tersendiri yang menjadi bagi masyarakat petani
tanaman perkebunan untuk masuk ke dalam proses produksi
perkebunan demi kebutuhan pasar internasional.
Memang pada masa awal hadirnya perusahaan perkebunan
hubungan antara pihak pengusaha dengan masyarakat petani
lokal, terlebih yang masih kental dengan hubungan patrimonial,
terjalin suasana kekeluargaan. Pada saat itu, manajemen
pengelolaan perkebunan masih berada pada satu pengusaha
perintis, yang merangkap pengelola dan pimpinan suatu komunitas
lapangan. Akibat pesatnya perkembangan suatu perusahaan dan
kebutuhan produksi yang semakin meningkat, yang itu kemudian
membutuhkan produktiitas kerja maka dibutuhkan
yang lebih rapih. Akan tetapi penataan manajerial tersebut masih
membutuhkan kekuatan dari sistem masyarakat yang berbentuk
patrimonial. Sehingga untuk tenaga lapangan seperti mandor, pihak
perusahaan membutuhkan tokoh-tokoh masyarakat.
Begitu juga pada wilayah masyarakat petani sendiri yang
mengadakan usaha tanaman perkebunan, selain para pedagang dan
pengepul perantara sebagian dari kalangan masyarakat Tionghoa,
juga dari kalangan tokoh masyarakat. Atau, pihak pengusaha
menyewa lahan untuk kebutuhan tanaman perkebunannya