Page 123 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 123

Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan  111


              Kyai Amir  Toha  dan  Kyai Badjoeri (Kalisat), Kyai Fanan  (Ambulu),


                                                41
              dan Ky  H      Halim Shidiq.  Mereka diharapkan menjadi
              tokoh-tokoh  yang akan  mempropagandakan   kebijakan-kebijakan
              pemerintah Jepang di daerah Jember dan sekitarnya.
                  Praktek politik yang dijalankan Jepang seperti itu juga mendapat
              simpati lebih  dari masyarakat. Rasa  simpati dari masyarakat
              perkebunan  tersebut  hadir  karena  adanya  perasaan  ketidakadilan

              agraria  selama  pemerintahan  kolonial, yang atas  nama  hukum
              kolonial tanah-tanah yang dibuka oleh masyarakat berpindah tangan
              ke  pengusaha  perkebunan. Kehadiran  tentara  Jepang dianggap
              mampu membebaskan tanah yang telah mengandung nilai lebih itu
              untuk  kembali pada  masyarakat. Masyarakat  perkebunan  merasa
              terdapatnya  peluang untuk  menata  ulang sumber-sumber  agraria
              yang pada masa pemerintah Hindia Belanda dianggap tidak adil.
                  Sulit  dibedakan  antara  karena  dorongan  dari pemerintah  Jepang
              atau murni sukarela dari masyarakat perkebunan mendukung gerakan

              pembongkaran   tanah-tanah  perkebunan  dan  hutan-hutan  yang
              sebelumnya  dieksploitasi oleh  para  pemilik  hak  erfpacht. Akan  tetapi
              yang jelas masyarakat berbondong-bondong dari berbagai daerah untuk
              menduduki dan   menguasai tanah-tanah  perkebunan  milik  orang-
              orang Eropa. 42  Setidaknya  ada  beberapa  studi yang juga  menjelaskan



              t  proses   dibeberapa daerah   Jawa.    43  Masyarakat  tersebut
              datang dari berbagai daerah di sekitar tanah-tanah perkebunan berada.
              Mereka menggerosok  (menduduki dan  memanfaatkan  tanaham  yang


              41  Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan Kontrol, hlm. 314-22 dan 339.
              42  Wawancara  dengan  seorang  petani  Curah  Wangkal,  Jember  pada
                  tanggal 1 Juni 2004. Wawancara dengan Sahid tanggal 31 Mei dan 8
                  Juni 2004. Wawancara dengan Ibrahim 13 september 2004.
              43  Lihat  pada  Robert  W  Hefner,  Geger  Tengger;  Perubahan  Sosial  dan
                  Perkelahian Politik (Yogyakarta: LKiS, 1999). Lihat juga Jan G. L. Palte,
                  The  Development  of  Java’s  Rural  Uplands  in  Response  to  Population
                  Growth: an Introduction Essays in Historical Perspective (Yogyakarta:
                  Gadjah Mada University, Faculty of Geography, 1984), hlm. 27-37.
   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128