Page 124 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 124

112   Tri Chandra Aprianto


            ada) tanah-tanah  perkebunan  yang telah  kosong terebut. 44  Berbagai
            tanaman-tanaman perkebunan seperti kopi, kakao, dan tanaman keras
            lainnya dipotong untuk dijadikan arang. 45
                Seiring   perjalanan   waktu,   dorongan   dari   Pemerintah
            Jepang terhadap  masyarakat  perkebunan  mulai dirasakan  tidak
            mengenakkan. Masyarakat   perkebunan  mulai merasakan  adanya
            pembatasan demi pembatasan. Pemerintah Jepang mulai mengurangi

            tanaman  perkebunan  yang selama  ini akrab  dengan  masyarakat.



            Untuktanamanperkebunan ko seluruhJaw  produksinyadikurangi





            samp  25  karena lahannya dialihkan pada tanaman palawija.


            Begitu  juga  untuk  tanaman  kakao  juga  dikurangi poduksinya.
            Termasuk  tanaman  tembakau  juga  dikurangi, kendati permintaan
            hasil produksi tanaman ini tetap tinggi. Semua produksi perkebunan
            sejak tahun 1942 dibatasi menjadi seperempat  dari produksi rata-rata
                                46
            antara tahun 1929-1939.  Padahal berdasar sensus Biro Pusat Statistik
            tahun  1940, jenis  usaha  yang paling banyak  menyerap  tenaga  kerja
            adalah  perkebunan  tembakau  dan  industri pasca  panennya  (pabrik
            rokok), yaitu mencapai 53.547 orang dari 324.212 orang di Indonesia. 47
                Selain  pembatasan-pembatasan, pemerintah    Jepang juga
            mendorong masyarakat   untuk  menanam   tanaman  jenis  khusus
                                                                        48
            yang berdasar atas kebutuhan militer, seperti kina dan biji coklat.

            44  Untuk kasus serupa di Sumatera Timur berupa gerakan petani liar yang
                masif untuk menduduki dan mengelola tanah-tanah perkebunan yang
                sudah tidak bertanah. Ann Laura Stoler, Kapitalisme  dan  Konfrontasi

                di  Sabuk  Perkebunan  Sumatra,  1870-1979(Yogyakarta: KARSA, 2005),
                hlm. 356.
            45  Wawancara Kuswadi tanggal 11 Juli 2001
            46  Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan Kontrol, hlm. 50.
            47  Bisuk Siahaan, Industrialisasi di Indonesia, hlm. 91.
            48  Setidaknya ada tujuh kebijakan industri pada saat itu yang diarahkan
                untuk  mendukung kebutuhan  perang Asia  Timur  Raya. Adapun
                kebijakan  itu  adalah: (i) meningkatkan  industri kimia  untuk  mesiu
                dan peledak; (ii) membangun industri mesin dan perbengkelan untuk
                menghasilkan peralatan perang; (iii) mendirikan industri pengawetan
   119   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129