Page 129 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 129
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 117
Prosesnya pemerintah pendudukan Jepang melakukan pendidikan
dan pengawasan terhadap tanaman rami, (Rami Kanri Zimusyo).
Setidaknya terdapat tanah-tanah bekas perusahaan perkebunan
Kopi di Jember dan di daerah-daerah Karesidenan Besuki yang luas
lahannya mencapai 30.000 ha dipaksakan menanam rami, sayang
hasilnya tidak kebutuhan y dibawangkan. 63
Pada aw pendudukanny Pemerintah J tidak segan-
segan melakukan pembongkaran tanah-tanah perkebunan,
juga hutan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Semua lahan
perkebunan yang telah mereka ambil alih dan kuasai seperti yang
telah disebutkan di atas langsung dilakukan pembongkaran. Tanah
perkebunan di Ketajek I (verponding No. 2712) dengan luas tanah
125,73 hektar dan Perkebunan Ketajek II (verponding No. 2713) yang
memiliki keluasan tanah sekitar 352,14 hektar milik erfpacht NV.
64
LMOD tidak luput dari pembongkaran. Sebelumnya tanah tersebut
oleh pemilik hak erfpacht ditanami kopi dan kakao.
Situasi yang sama juga terjadi di daerah bekas perkebunan kopi
di daerah Curah Wangkal yang memiliki area seluas 4.500 hektar.
Kendati begitu sejak beroperasi pada tahun 1938 lahannya baru
dibuka seluas 1.500 hektar, sisanya masih dalam kondisi hutan lebat.
Pemerintah pendudukan Jepang juga memaksa masyarakat yang
tinggal di sekitar lahan perusahaan perkebunan guna membuka
tanah-tanah sisanya. 65 Akibat dari tindakan pembongkaran yang
dilakukan oleh pemerintahan pendudukan Jepang tersebut
menyebabkan tanah-tanah untuk tanaman perkebunan semakin
menyempit.
63 Bisuk Siahaan, Industrialisasi di Indonesia, hlm. 121-2.
64 Laporan Forum Solidaritas Petani Tapal Kuda. 2000.
65 Wawancara dengan 5 orang petani di Curah Wangkal selama kurun
waktu Maret-Juni 2004. Lihat juga Forum Solidaritas Petani Tapal
Kuda, 2000 khususnya pada bab konlik petani Curah Wangkal
melawan Perhutani.