Page 133 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 133

Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan  121


              Jepang dilakukan  dalam  situasi gelap  dan  masyarakat  dilarang
              keluar  rumah. Selain  semua  lampu  harus  dipadamkan, pasukan
              pendudukan   datang ke  rumah  penduduk  dengan  diiringi suara
                                                           75
              sirine yang menjadi teror bagi telinga masyarakat.  Bahkan, tentara
              pendudukan tidak segan-segan melancarkan tembakan apabila ada
              yang melanggar hal itu. Tidak sedikit jatuh korban akibat tindakan
              ini. Selain itu masih banyak penderitaan lain termasuk pelarangan
              kegiatan ritual keagaaman, termasuk memakai pakaian tradisional
              seperti sarung, karena  dalam  persepsi tentara  pedudukan  dapat
              dijadikan tempat untuk menyembunyikan senjata.  Padahal sarung
                                                            76
              merupakan pakaian keseharian masyarakat pedesaan di Jawa pada
              umumnya.
                  Kalahnya Jepang dalam perang Asia Timur Raya (1945) membawa

              angin segar bagi terbukanya kuasa agraria yang sangat ketat, termasuk
              bagi masyarakat perkebunan. Semua yang sebelumnya dikontrol oleh
              tentara  pendudukan  Jepang dengan  membangun   tangan-tangan
              kekuasaan hingga tingkat   pemerintah y    baw









                RT dan RW  sejak saat itu masyarakat perkebunan tidak



              menghadapi kontrol Jepang. Setelah  kalahnya  Jepang pada  perang
              Asia Timur Raya pada tahun 1945 diadakan penghitungan kerugian
              material akibat perang. Berdasarkan harga tahun 1942, diperkirakan
              kerusakan  yang perlu  diganti bernilai sebesar  2.308,2 juta  gulden,
              terdiri dari pertambangan  814 juta  gulden, perkebunan  680 juta
              gulden, industri 192,7 juta  gulden, kereta  api dan  trem  172 juta
              gulden, perhubungan laut 150 juta gulden, harta benda perusahaan
              dagang 134 juta  gulden, pelabuhan  80 juta  gulden  dan  lain-lain.
              Kemudian untuk melakukan rehabilitasi berbagai perusahaan milik
              Belanda itu pada tahun 1947 dilakukan penaksiran ulang. Ternyata
              angkanya meningkat tiga kali lipat menjadi ± 596,8 juta gulden, hal



              75  Wawancara Nurawi, 10 Juli 2001.

              76  Jos Haid, Perlawanan, hlm. 36.
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138