Page 132 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 132
120 Tri Chandra Aprianto
harus melalui lembaga ini, selain dikenakan pajak, masyarakat tidak
bisa menentukan harga. Akibatnya masyarakat yang berprofesi
menjadi pedagang mendapatkan keuntungan yang sangat minimal
oleh karena sistem ini. 72
Seringkali pada saat panen pasukan pendudukan datang
ke sawah y siap Mereka sepasukan
membawa bendera dan iringan tetabuhan y mengejutkan
pihak pemilik tanah. Mereka mengambil hasil panenan seenaknya.
Sehingga petani sebagai pemilik lahan tidak bisa membawa hasil
panenan sampai di rumah, karena harus langsung dijual ke pihak
Jepang. Kalau ada petani yang tidak menjual ke pihak Jepang, maka
langsung digerosok (diambil paksa). Tindakan ini untuk melahirkan
rasa takut dari kalangan masyarakat sehingga terpaksa harus menjual
hasil buminya ke pihak Jepang, karena yang digerosok bukan hanya
tanaman wajib seperti kapas, rami, dan lain-lain tetapi juga tanaman
pangan seperti padi, kacang, jagung dan lain-lain. 73
Pendudukan Jepang membuat situasi semakin memburuk
dan penderitaan semakin meningkat. Pemberlakuan romusha
menimbulkan banyak korban jiwa. Kebanyakan progra romusha
ini untuk pembangunan infrastruktur. Saat pengerasan jalan yang
menghubungkan antara Talang sampai arah perkebunan Mandiku,
masyarakat hanya mendapat jatah makan tiwul sehari sekali dan
minum air putih dan yang pasti tidak ada upah. Akibatnya banyak
jatuh korban meninggal akibat kelelahan dan kelaparan. Adapun
jumlah dan asal korban adalah 8 orang dari Cangkring, 6 orang
Jenggaw or Lengkong or J dan
orang dari Sidodadi. Tidak itu saja pada saat tentara pendudukan
74
sedang mengangkut padi hasil panen rakyat yang harus diserahkan
72 Jennifer Alexander, Trade, Trades, and Trading in Rural Java (Singapore:
Oxford University Press, 1987), hlm. 143.
73 Wawancara Nurawi, 10 Juli 2001.
74 Jos Haid, Perlawanan, hlm. 36.