Page 135 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 135
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 123
Terdapat kuasa agraria yang itu memiliki legitimasi hukum dan
bisa menentukan penguasaan dan pemilikan atas sumber-sumber
agraria.
D. Tanah Perkebunan dan Politik Agraria Masa
Jepang
Masyarakat perkebunan mengalami proses transformasi agraria
yang sama sekali berbeda pada masa sebelumnya. Pada masa
pemerintah Hindia Belanda, hubungan sosial ekonomi adalah
hubungan antara masyarakat perkebunan, baik itu masyarakat
yang terlibat dalam usaha tani tanaman perkebunan maupun buruh
perkebunan, dengan pihak pengusaha perkebunan. Konsolidasi
tanah pada masa kolonial Hindia Belanda dilakukan berdasarkan
pemenuhan kebutuhan pasar internasional. Sementara pada masa
Jepang konsolidasinya untuk pemenuhan kebutuhan perang.
Sehingga intervensi dari pemerintah dalam urusan usaha tani sangat
kental. Bahkan pemerintah Jepang di Indonesia membuat struktur
organisasi yang mengawasi masyarakat hingga lapisan yang paling
bawah dalam rangka berjalannya pemenuhan kebutuhan perang. 80
Pada masa pemerintah Hindia Belanda penataan struktur agraria
di wilayah perkebunan masih melibatkan pihak pemodal partikelir.
Sementara pada zaman pemerintah Jepang, para pemodal tidak diberi
peluang sama sekali untuk melibatkan diri dalam proses pengelolaan
sumber-sumber agraria. Hubungan industrial antara buruh dan
majikan sangat kental pada zaman pemerintah Hindia Belanda,
sementara pada zaman pemerintah Jepang tidak ada hubungan yang
demikian. Kontrol terhadap masyarakat dilakukan langsung oleh
pihak militer Jepang. Begitu juga untuk jalur perdagangan, tanaman
perkebunan pada masa pemerintah Jepang telah berubah. Proses
80 Adalah Tonarigumi merupakan cara untuk mengendalikan masyarakat.
Aiko Kurasawa, Mobilisasi dan Kontrol , hlm. 195-208.