Page 139 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 139
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 127
Sebagaimana telah digambarkan di atas, sepeninggal para pemilik
hak erfpacht karena krisis ekonomi dan ditambah kalah perang,
masyarakat perkebunan telah mulai menggarap lahan perkebunan
baik untuk pemenuhan kebutuhan pasar lokal maupun kebutuhan
subsistensinya. Akan tetapi berdasarkan aturan yang telah dibuat
oleh penguasa agraria baru, pemerintah Jepang menyatakan diri
telah mengatur proses peralihan kekuasaan atas lahan perkebunan.
Terlebih lagi penguasa agraria baru telah menyatakan dengan tegas
keberadaan tanah-tanah perkebunan tersebut kepada para pemilik
erfpacht-nya yang masih ada di Indonesia. Sebagaimana dinyatakan
dalam penjelasan Undang-undang Nomor 17 tahun 2602 (1942):
Tanah toean-toean sekarang soedah diambil oleh pemerintah
Balatentara Dai Nippon. Djadi toean tidak boleh berboeat
semaoe-maoe toean tentang tanah-tanah partikoelir.
Memindahkan hak milik ke tangan orang lain atau membagi
hak milik itoe dilarang keras. 86
Artinya apa yang telah dilakukan oleh para pemilik hak erfpacht
pada zaman malaise membagikan kepada masyarakat perkebunan
dan para pekerjanya tidak berlaku berdasar atas aturan ini.
E. Kesimpulan
Uraian di atas menunjukkan bagaimana secara jelas dalam
periode 1942-45, telah berlangsung proses pemaksaan transformasi
agraria yang begitu hebat. Akibat pemaksaan tersebut yang terjadi
berlawanan dengan kurun waktu kuasa agraria sebelumnya (masa
kolonial), dimana sektor perkebunan bisa dikatakatan terintegrasi
ke dalam sistem ekonomi yang lebih luas hingga seberang lautan.
Sebagaimana yang terjadi di dunia modern, ekonomi perkebunan
merupakan bagian dari ekonomi dunia modern. Negara memainkan
peran penting dalam ekspansi ekonomi. Apa yang terjadi di Jember
86 Lihat Kan Po No. 2, 2602 (1942), hlm. 27.