Page 141 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 141

Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan  129


              kuasa agraria sebelumnya upaya masyarakat masih harus dimediasi
              oleh pihak pengusaha swasta. Kendati hasil produksinya mengalami
              migrasi hingga  seberang lautan, akan  tetapi posisi masyarakat
              perkebunan di pedalaman berada pada struktur yang lebih rendah,
              baik  hanya  sebagai buruh  perkebunan  yang hidupnya  ditentukan
              dengan upah maupun sebagai penanam tanaman perkebunan yang
              juga  tidak  terlibat  dalam  penentuan  harga. Kendati sudah  bisa
              langsung berhadapan  dengan  pihak  penyelenggara  negara, namun
              periode ini terdapat banyak struktur politik baru yang itu menjadi
              ranah-ranah  politik  baru, dimana  masyarakat  perkebunan  harus
              memperjuangkan gagasannya.

                  Secara  garis  besar  pada  periode  1942-45, terdapat  dua  ranah
              politik  baru  dimana  kemudian  masyarakat  perkebunan  berada  di
              dalamnya, yaitu (i) secara struktural; dan (ii) secara kultural.
                  Untuk yang pertama, masyarakat perkebunan mulai dikenalkan
              dengan  struktur  pemerintahan  yang rigid  hingga  tingkat  yang

              paling rendah  yang itu  mengontrol keberadaan  mereka. Kontrol
              tersebut tidak hanya untuk pengaturan kehidupan politik, tapi juga
              dalam  hal pengolahan  lahan-lahan  perkebunan. Ranah  struktural



                sangat k  dengan pemaksaan wacana kuasa agraria



              Masyarakat  perkebunan  tidak  diberi ruang untuk  mengapresiasi
              lahan perkebunan yang sesuai dengan kehendaknya. Tentu saja, ini
              menjadi ranah politik tersendiri bagi masyarakat perkebunan untuk
              memperjuangkan   gagasannya, karena  harus  berhadapan  dengan

              wacana lainy  dijalankan   strukturpemerintahan tersebut.




                  Kedua, di tambah  lagi, secara  kultural kehadiran  pemerintah
              pendudukan   Jepang memfasilitasi, pada  level tertentu, sekaligus
              mempertajam   hadirnya  politik  “sektarian” yang itu  sampai ke



              baw  termasuk membentuk     golongan   P

              masyarakat perkebunan   Jember secara kultur  terdapat




              utama, yaitu kyai. Kyai tidak saja sebagai pemimpin keagamaan, tapi
              sekaligus juga sebagai pemimpin masyarakat (informal) yang absah.
   136   137   138   139   140   141   142   143   144   145   146