Page 138 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 138

126   Tri Chandra Aprianto


            partikelir; (iv) mengukur tanah partikelir dan segala pekerjaan lain
            yang perlu terkait dengan menghapuskan tanah partikelir. 84
                Terdapatnya  seperangkat  kebijakan  politik  dari pemerintah
            pendudukan Jepang atas keberadaan tanah-tanah bekas perkebunan
            ini,  pada  awalnya  juga  mampu  menarik  simpati  masyarakat
            perkebunan. Masyarakat perkebunan merasa akan lepas dari aturan
            hak erfpacht karena dihapuskannya hak istimewa tersebut. Namun

            perjalanan selanjutnya, dengan dihapusnya keberadaan status tanah
            yang sebelumnya  berada  di tangan  para  tuan  tanah  tersebut  oleh
            pemerintah  Jepang, ternyata  tidak  memberi pengaruh  yang lebih


            baik   masyarakat perk  Kalau sebelumnya kew


            masyarakat perkebunan diberikan kepada para pemilik hak erfpacht,
            pada periode ini kewajiban diberikan kepada pemerintah Jepang.
                Urusan tanah-tanah perkebunan diurus dengan cara baru. Cara
            barunya adalah dijalankan oleh pemerintah. Dengan demikian yang
            terjadi sebenarnya adalah pergeseran rezim agraria, tanpa merubah

            struktur  agraria. Hal itu  bisa  ditelusuri pada  penjelasan  Undang-
            undang Nomor 17 tahun 2602 (1942) yang menyatakan:
                Pada  waktoe  ini  toean-toean  mesti  djoega  melakoekan
                sekalian  kewadjiban  toean,  seperti  membayar  sewa  tanah
                ataoe melakoekan pekerdjaan rodi ataoe kerdja paksa. Tjoema
                sadja sekalian kewadjiban jang mesti dilakoekan itoe boekan
                boeat toean tanah jang dahoeloe, tetapi oentoek pemerintahan
                Dai Nippon. Sekarang hendaklah    toean-toean  ma’loem



                bahwa     sekar  tanah-tanah partikoelir dioer
                menoeroet  dasar  jang baroe. Baik  toean  tanah  maoepoen
                rakjat  jang mendiami tanah   itoe  hendaklah  bekerdja
                boeat  pemerintah  Balatentara, dan  beroesaha  melakoekan
                pekerdjaan masing-masing dengan sebaik-baiknya. 85



            84  Lihat  Kartini Soedjendro, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah Yang
                Berpotensi Konlik  (Kanisius, Yogyakarta, 2001), hlm. 53. Bandingkan
                dengan Kan Po No.12, 2603 (1943), hlm. 3.
            85  Lihat Kan Po No. 2, 2602 (1942), hlm. 27.
   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142   143