Page 134 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 134
122 Tri Chandra Aprianto
ini karena berdasar pada harga tahun 1947. 77
Masyarakat perkebunan Jember mulai memasuki fase baru,
yakni menanam tanaman pertanian dan membudidayakan tanaman
perkebunan tanpa ada tekanan. Mereka mulai berbondong-bondong
kembali masuk ke tanah-tanah perkebunan untuk menanam
tanaman pangan seperti padi, jagung dan ketela. Tidak ada lagi suatu
kewajiban untuk memberikan setoran hasil panen kepada siapapun.
Pada periode berikutnya masyarakat perkebunan memasuki periode
bahwa tanah mereka menjadi objek pajak yang itu harus dibayarkan
kepada pemerintah nasional. 78
Kendati Jepang telah kalah dalam perang, namun sisa-sisa
pasukan tentara Jepang masih banyak yang tinggal di daerah
perkebunan daerah Gar wilayah perbatasan Jember-
Banyuw Terjadilah ketegangan dan konlik-konlik
dengan pasukan rakyat dan masyarakat setempat. Berkumpullah
tokoh masyarakat se-Karesidenan Besuki untuk menghadapi sisa-
sisa pasukan J t sekaligus untuk meng k
isik dengan masyarakat sekitarny Terdapat empat tokoh y
dipercaya untuk menyelesaikan persoalan tersebut, (i) Residen
Bondowoso yaitu As’ Sy Ariin
Dhoir dan (i Munir (kedua ky terakhir J
yang didukung oleh Barisan Pelopor. Akhirnya tentara Jepang yang
masih bertahan di wilayah perkebunan tersebut segera dibawa ke
Surabaya dengan menggunakan kereta api. 79
Berakhirnya masa pendudukan Jepang merupakan jalan baru
bagi masyarakat perkebunan guna semakin memahami penguasaan
dan pemilikan hak atas sumber-sumber agraria secara modern.
77 Bisuk Siahaan, Industrialisasi, hlm. 133
78 Akan dibahas pada sub-bab berikutnya.
79 Hasan Basari, KHR As’ad Syamsul Ariin Riwayat Hidup Dan Perjuangan
(Surabaya: Sahabat Ilmu, 1994), hlm. 39-41.